Rabu, 19 Maret 2014

Surat Terbuka Putri Pilot Malaysia Airlines

Rubrik: Asia | Kontributor: Saiful Bahri - 19/03/14 | 11:48 | 18 Jumada al-Ula 1435 H

Malaysia Airlines (ilustrasi) - Foto: airliners.net
Malaysia Airlines (ilustrasi) – Foto: airliners.net
dakwatuna.com – Kuala Lumpur.  Hilangnya pesawat milik Malaysia Airlines berkode penerbangan MH370, Sabtu (8/3/2014), telah menjadi topik yang mengguncang dunia. Bagi anak-anak pilot di maskapai Malaysia Airlines, guncangan yang dirasakan tak kalah besarnya.
Sebuah surat ditulis oleh Dr Nur Nadia Abd Rahim, menggambarkan guncangan tersebut, dimuat New Straits Times pada Senin (17/3/2014).

Nur adalah putri Kapten Abd Rahim Harun, salah satu pilot maskapai Malaysia Airlines meski bukan pilot dari pesawat yang hilang itu.
Berikut ini adalah terjemahan bebas dari surat Nur tersebut.

Sopir Terbang
Catatan ini sudah terlambat dan seharusnya sudah kutulis lama sebelum ini, untuk memberitahu ayahku betapa bangganya aku pada dia.
Aku bangga dengan apa yang dia kerjakan, meskipun dia tak berada bersamaku selama setengah umur ku.
Aku sangat menyesal karena malu memberitahu teman-temanku bahwa ayah adalah pilot. Pilot yang baik. 
Aku sangat menyesal sekarang karena dulu memberitahu teman-temanku bahwa ayah hanyalah sopir.
Aku tak ingin tampil sebagai anak yang istimewa.
Kami hidup biasa-biasa saja.
Aku adalah bagian dari keluarga besar Malaysia Airlines.
Aku sudah terbang bersama mereka sejak aku bayi. 
Perjalanan pertama favoritku bersama ayah, pilot favoritku, adalah ke Kota Kinabalu. 
Rupanya aku disebut anak yang nakal (tapi menggemaskan?).
Meski demikian aku mencintai bandara dan penerbangan.
Ayahku, seperti halnya kapten pilot pesawat yang hilang, telah bekerja untuk Malaysia Airlines sejak lulus sekolah. 
Kami sudah berulang kali mendesaknya pindah ke maskapai lain, tetapi dia menolak karena ingin berada dekat dengan keluarga, sesering mungkin.
Kami seharusnya bisa menikmati fasilitas yang ditawarkan – pendidikan gratis di sekolah, sekolah internasional, semua biaya hidup ditanggung, dan sopir yang mengantar kami ke mana-mana, bila dia menerima tawaran pekerjaan dari maskapai lain. 
Itu adalah fasilitas yang banyak dicari pilot MAS.

Menjadi seorang putri pilot, kamu harus terbiasa hanya ke mana-mana bersama ibu saja, mulai dari hari pertama sekolah, penyerahan penghargaan dalam upacara sekolah, ajang olahraga, ulang tahun, bahkan hari raya.
Insiden terburuk adalah ketika ayah tak ada ketika rumah kami dirampok oleh tiga orang penjahat bertopeng.
Lebih daripada itu, ibu yang hamil 7 bulan pun harus mengatasi segalanya sendirian tanpa ayah.
Dia menolak menelepon ayah dan membuat ayah khawatir, sampai ayah kembali ke Kuala Lumpur keesokan harinya.

Ibuku memahami beban yang harus ayah tanggung di pundaknya, fokusnya saat terbang adalah tanggung jawab atas ratusan nyawa dan bukan cuma keluarganya di rumah.
Aku ingat sedang tersedak air mata ketika dosen Bahasa Inggris kami di perguruan tinggi meminta kami satu per satu, “Apa yang paling Anda ingat tentang ayahmu?”
Aku berdiri dan menjawab, “Aku ingat bahwa ia tidak ada bersamaku dalam separuh umurku.”
(Tapi) dia jelas bukan seorang ayah yang buruk. Dia hanya bekerja keras untuk menghidupi keluarga kami.
Kami sudah terbiasa menerima keadaan itu, terutama ketika orang bertanya kepada kami, “Ayah mana?” Aku akan menjawab mereka, “Entah, (dia) di suatu tempat di seluruh dunia. Tidak yakin. Harus memeriksa daftar itu.”

Sepanjang hidupnya, kehadirannya ditentukan oleh selembar kertas yang dia bagikan kepada kami pada setiap awal bulan. Dia kadang-kadang akan kesal ketika aku bertanya kepadanya tentang lokasinya. Karena itu, aku harus memeriksa daftar terlebih dulu sebelum bertanya kepadanya.

Sebelum dia berangkat kerja, kami akan mengantar, melihat mobil penjemputnya datang dan membawanya pergi. Kadang-kadang pada dini hari, lain kali di tengah malam. Kami akan mengirimkan “salam” untuknya terlebih dahulu sebelum tidur.
Dan setiap kali dia pulang kerja, semua orang di rumah akan berdiri menyambut di depan pintu.
Aku tak menyadari betapa pentingnya ritual itu sampai terjadi insiden MH370.

Setiap kali ia berangkat kerja, ia bertanggung jawab untuk ratusan nyawa, bertanggung jawab menghubungkan keluarga untuk berkumpul lagi, bertanggung jawab membantu pengusaha membuat kesepakatan, bertanggung jawab mewujudkan impian berkelana para wisatawan.

Aku ingat sekali, seorang penumpang yang sangat tua dengan kursi roda menunggu Ayah untuk bertemu dengannya secara pribadi setelah penerbangan London – KL. Dia memberi Ayah jempol dan berkata, “Apakah kau Kapten? Kita mendarat sangat halus. Terima kasih!”
Diam-diam, aku tersenyum bangga mendengarnya.
Tetapi, jauh di lubuk hati, keluarga kami tahu setiap kali ia berangkat kerja selalu ada kemungkinan mendapatkan panggilan telepon yang menentukan itu, kemungkinan dia tidak pernah pulang ke rumah. Kami telah menerima itu sebagai bagian dari kehidupan kami, setiap hari.

Ia menjalani latihan keras untuk berada di posisinya sekarang.
Dia menjalani pemeriksaan kesehatan tahunan untuk memastikan apakah dia fit untuk terbang.
Dia menghadapi ujian, seperti anak sekolahan.
Buku manual penerbangannya setebal buku medisku.

Dia “OCD” (teliti, seperti istilah orang-orang) seperti yang Anda inginkan ada pada setiap pilot sebelum penerbangan Anda, memastikan semuanya tepat.
Bahkan soal ketepatan waktu, bukan karena terlambat satu menit atau akan datang beberapa menit lebih awal ketika mengatakan akan sampai di suatu tempat dalam waktu tertentu. “Aku akan sampai di sana tujuh menit lagi. Bersiaplah….”

Surat ini adalah potongan kehidupan keluarga awak kabin.
Kru kabin banyak berkorban hanya supaya mereka bisa membantu dunia terhubung dari titik A ke titik B. 

Mari kita dukung keluarga terkait penerbangan MH370 dengan dukungan dan doa. 
Sebelum Anda menghakimi, mengacungkan jari tengah, atau menyebarkan teori dan spekulasi, ingat bahwa Anda tak hanya menyakiti keluarga awak kabin dari pesawat yang hilang itu, tetapi juga menyakiti perasaan kami sebagai keluarga besar MAS.
Di mana pun kau berada, MH370, kami berdoa kau kembali.
(kompas/sbb/dakwatuna)

Surat Cinta Anak-anak Muda Kader PKS

Surat Cinta Anak-anak Muda Kader PKS

Senin, 17 Maret 2014


Kami bukanlah siapa-siapa, hanya anak-anak muda yang mencoba berkarya. Tak sekedar karya tapi juga ingin turut serta goreskan garis sejarah dalam tapak perjuangan seperti abinda dan umminda yang kami cinta.

Hari demi hari kami lalui, menyaksikan betapa partai ini diuji. Namun yang kami dapati, mereka tetap dekat dan melayani.

Ah, siapalah kami dalam barisan dakwah ini. Muda-mudi yang belum pandai kemudikan diri, masih banyak yang harus kami pelajari.

Ummi dan Abi yang kami cintai…

Jikalau anak mu ini tak pandai menyusuri jejak mu, tetaplah rangkul kami, dekap kami dalam kasih sayang mu. Jangan pernah henti ajari kami, menikmati manis pahit rasa dalam dakwah ini. Sungguh sadar diri ini, terkadang membuat Ummi dan Abi dalam kesulitan dan kekhawatiran mendalam.

Maafkan kami…

Ummi dan Abi yang kami cintai…

Izinkan kami melukiskan cinta ini, izinkan kami bekerja riang dalam perjuangan ini, izinkan kami ciptakan harmoni dalam keluarga besar ini…

Ummi kami yang tercinta, terima kasih telah lahirkan kami dari rahim mu yang mulia.

Abi kami yang tercinta, terima kasih telah besarkan kami dalam warna perjuangan mu yang mulia.

Manis ukhuwah di partai dakwah, rasanya membuat kami nyaman berada di dalamnya.

Tulus hati ini menyemai cinta, terbias dalam kerja, untuk ciptakan harmoni keluarga kita.

Allah ya Rabb, tegarkanlah Umminda dan Abinda kami yang tersayang dalam jalan juang ini. Sehatkan keduanya, berkahi dan rahmati hari-harinya. Kuatkan saat ujian, cercaan, dan halauan datang menghadangnya.

Allah ya Rabb, ampunilah dosa-dosa kami dan abi ummi kami, sayangilah abi ummi kami sebagaimana mereka menyayangi dan mengasihi kami sejak kami lahir ke dunia ini.

اَللّهُمَّ اغْفِرْلِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَاكَمَارَبَّيَانِيْ صَغِيْرَا

Aamiin...


*by @fifah_Afifah_ & GKers
http://www.pkspiyungan.org/2014/03/surat-cinta-anak-anak-muda-kader-pks.html 

Selasa, 18 Maret 2014

002 Haru Biru Abi Baru, Kami Namakan Engkau “Wafa Tsabitah ‘Ulya” Sang Putri Subuh


Sambil menunggu tenaga pendamping Program kerjasama Kemitraan Di BPKP Povinsi Riau, saya menuliskan lanjutan Haru biru Abi Baru ini. Setelah ditinggal selama 3 hari akhirnya malam tadi saya bersua kembali dengan dengan sang Putri Subuh (Fajr’s Princess). Saya tanyakan Umminya rewel tidak? Katanya tidak Cuma bangun kalau lapar lalu menyusu atau basah karena pipis atau BAB setelah itu dia akan tidur kembali atau beraktivitas berupaya mengeluarkan tangan dan kakinya dari pakaian bayinya. Meninju ke udara dan mengeluarkan suara berdesis serta membuka matanya yang sipit. Matanya sudah seperti bayi umur satu bulanan, bahkan sudah bisa diaja ngomong. Tapi kami tidak biasakan untuk di pegang agar tidak manja dan tidak mandiri nanti. Habis dibersihkan atau di susui diletakkan saja pada tempatnya. Dia akan bermain sendiri dan sesekali memekik riang. Subhanallah…. Anak itu memang begitu imut dan comel Alhamdulillah.

Tadi malam seperti kata umminya dia Caper (cari perhatian sama Abinya). Sebentar-sebentar pipis, sebentar-sebentar BAB. Saya kan dah ngantuk sekali, sampai di bangkinang sekitar pukul 20.30 dia yang biasanya sudah tidur bangun sampai jam 22.30 barulah setelah di susui dia tidur baru bangun jam 04.30 subuh. Membangunkan Abi dan Umminya Shalat Subuh. Benar-benar Fajr’s Princess. Hari ini agendanya berangkat ke Rumah Nenek di Pihak Ummi tepat setelah Subuh karena Abinya harus ke Pekanbaru lagi sekitar pukul 07.00 untuk melanjutkan tugas dakwah yang masih tertunda.

Setelah diantar ke rumah neneknya Di Padang tarap Air Tiris, sang Putri Subuh harus ditinggal lagi dalam waktu yang saya juga tidak tahu. Tergantung waktu luang dari kesibukanlah. Wah jadi cerita kemana-mana, subtansinya jadi melenceng.

Begini saja, lama sebelum menikah saya sudah membuat rancangan cita-cita masa depan dengan sangat detil sekali. Kapan menikah kalau punya anak maunya berapa (maunya sih sebanyak-banyaknya, tapi saya memilih 1 orang anak yang bernilai sejuta orang dari pada sejuta anak yang nilainya Cuma satu orang).  Saya sudah rancang nama mereka. Akhirnya saya punya stok nama anak 5. Dua untuk laki-laki dan tiga untuk anak perempuan. Ketika kelahiran anak Adik saya yang nomor dua satu nama laki-laki sudah diambil (Faris Syauqi hanifa). Jadi sisa satu nama lagi untuk laki-laki dan tiga nama untuk anak perempuan.

Akhirnya setelah kesepakatan dengan Umminya kami menamakan sang Putri Subuh dengan nama: “Wafa Tsabitah ‘Ulya.” (Wanita yang mendapatkan kemuliaan dengan bermodalkan kekokohan kesetiaan).

Latarbelakang nama ini dari buku: “Cinta di Rumah Hasan al Banna” Ust. Hasan Al Banna biasa di panggil dengan Abi Wafa. Anak pertamanya Wafa yang akhirnya menikah dengan ust. Said Ramadhan yang In sha Allah Syahid di Suriah. Wafa ini selalu menjadi seperti asisten dan sekretaris mendampingi Ust. Hasan Al Banna, mempersiapkan persiapan ust. Hasan Al Banna. Sehingga pernah anak beliau yang lain yaitu Ust. Syaiful Islam Al Banna Protes, ust. Hasan Al Banna menyatakan,” Dia itu kakakmu lebih tua darimu seorang wanita yang lebih teliti dari dirimu.”

Intinya saya juga sedang mempersiapkan sang putri Subuh, tak jauh beda dengan Wafa anaknya ust.  Hasan Al Banna. Semoga Allah memberkahi niat mulia ini. Sampai di sini edisi Haru Biru Abi Baru, semoga bersua dalam topik dan tema yang berbeda.

Ruang Tunggu BPKP Propinsi Riau, Kamis, 09 Januari 2014  09.35 WIB




001 Haru Biru Rindu Abi Baru: Anakku Engkau Adalah Si Putri Subuh (Fajr’s Princess)

Jarum jam terus berdetak detik demi detik. Malam sudah larut, pukul 00.20. Hatiku rindu… Hatiku biru mengenangkan akhwat kecilku yang berjarak lebih dari 60 km saat sekarang ini dengan ku. Aku di bumi Bertuah sedang mempersiapkan agenda besar peran serta dakwah dalam musyarakah di sektor ketiga. Dia di sana bersama umminya di pelataran Kota beriman Bangkinang.

Ku teringat sepenggal kalimat dari Abaku:”Kalau kau ingin merasakan sayangnya seorang Ayah, maka tunggulah nanti kalau sudah punya anak.” Kalimat ini ditujukan kepadaku di sela-sela debat dan diskusi sengit kami saat ku baru mulai tarbiyah dengan segala idealisme tekstualnya yang saklek.

Berpisah dengan istri bagiku biasa saja. Bahkan ku sering menyatakan menangis berairmata darahpun (kejam juga yee…) aku akan tetap berangkat. Berpisah dengan anak rindunya menyusup dengan lembut, sangat lembut. Maka wajarlah seorang manusia dijadikan indah terhadap anak lebih lembut dari kerinduan pada seorang istri. Tapi perjuangan harus berjalan terus.

Entah mengapa ku ingin menuliskan kerinduan ini saat ini, karena dia adalah Putri Subuh. Dia dilahirkan Ummi yang kuat. Kuat menahan penderitaan sakit persalinan. Alhamdulillah saya kuat mengikutinya detik-demi detik. Termasuk persalinan yang berat kata bidannya. Sakitnya dari jam 5 subuh Hari sabtu 04 Januari 2014 sampai dengan pukul 03.37 hari Ahad 05 Januari 2014. Umminya sampai gemetaran menahan untuk tidak mengejan dari pukul 22.00 WIB sampai pukul 03.00 karena ketubannya belum pecah. Dia memintaku untuk tilawah di dekatnya seperti biasa ba’da subuh kami lakukan, membetulkan tahsinku. Tapi malam itu tidak ada koreksian. (Tak setiap pagi juga sih… karena saya sering berangkat sebelum subuh malah…. Baru pulang ba’da Isya). Dia selalu mengikuti arahanku untuk istigfar dan takbir (sesekali ditingkahi pertanyaannya, “ Suster, Kapan saya boleh mengejan?”).

Setiap sejam sekali kondisi Putri Subuh (Fajr’s Princess dicek), dia masih tetap kuat. Jantungnya berdetak mantap. Memang saat USG pertama dokter sudah bilang jantungnya kuat sekali (bertolak belakang dengan kondisi Abinya). Bahkan ketika masa kehamilannya 7 bulan dia sudah menendang dengan sangat kuat. Umminya kadang suka terperanjat dibuatnya. Pada usia Kehamilan 8 bulan kalau tidak diusap dan diajak cerita mengenai pengalaman Abinya hari itu, si putri Subuh akan menendang dengan sangat kuat. Dia baru berhenti ketika aku mengelusnya lembut dan mulai bercerita.  

Begitulah kedekatan kami dimulai. Umminya bermohon kepada Allah SWT semoga anak pertama laki-laki. Lalu sayapun mengatakan,”Mari kita adu doa kita di hadapan Allah SWT, saya ingin dapat anak perempun, biar bisa makin lembut, penyabar, penyayang dan punya romantisme cinta.” (Karena Umminya bilang saya kurang romantis…. Waktu si Doi minta dibuatkan surat cinta, saya jadi kelimpungan…. Saya tulis lalu print…. Si Doi bilang,”Bang ini bukan surat cinta, ini mah mirip naskah khutbah Jum’at….” [Waduh…. Tega banget….habis itu saya melahap habis contoh surat cinta dengan bantuan mbah goggle, tapi sampai saat ini saya juga belum bisa buat surat cinta… nasib kurang berbakat……”].

Akhirnya menjelang USG terakhir saya bermimpi berdebat dengan seorang Akhwat cilik memakai jilbab panjang. Dia mengajukan berbagai argumentasi mempertahankan pendapatnya. Saya sudah lupa topik yang kami bahas…. Besok sorenya Umminya USG sendiri [bareng bundaku lho maklum banyak kerjaan konsep program belum selesai] ketahuannya akhwat.

Akhirnya dia lahir di waktu Fajar menyingsing, membawa banyak harapan baru. Semangat baru. Ketika masih dalam kandungan begitu lasak, setelah di luar dia begitu kalem. Nangisnya sih kuat juga… tapi Cuma kalau lapar atau basah saja. Jadi kita bisa istirahat dengan tenang. Entahlah besok-besok. Kalau Sukarno adalah Putra sang fajar…. Maka engaku akhwat kecilku adalah Putriku yang lahir di waktu fajar (Putri Subuh).

Bersambung ke episode 002: In Sha Allah!
Selasa, 07 Januari 01.04 pagi.
Ruang Kantor Main Office Qolbu Re-engineering (QR) Foundation (Ruang Tamu Ust. Sofyan siroj He…..he….)