Langsung ke konten utama

“CUCUKU YANG MENGAJARIKU PELAJARAN”



Ada sebuah kisah yang menarik dapat kita jadikan contoh bagaimana seorang kakek menuliskan guratan irama jiwa seorang cucunya yang dibesarkan dalam naungan tarbiyah Rabbani. DR. Mahmud Jami’ dalam bukunya yang berjudul :” Wa’raftu al-Ikhwan “ ( Ikhwanul Muslimin yang Saya Kenal terbitan Pustaka Al-Kautsar) menuliskan sebagai berikut :

“CUCUKU YANG MENGAJARIKU PELAJARAN”

Cucuku, Thariq Jami’ baru berusia dua belas tahun, kelas dua I’dadiyah (2SMP) dan dilahirkan di Inggris. Dia selalu bolak-balik Mesir-Inggris setiap datang musim panas untuk menghadiri muktamar-muktamar Ilmiah di luar Mesir. Pada Minggu yang lalu, dia menghadapi ujian mengarang. Judul yang disodorkan dalam soal itu adalah siswa disuruh mengungkapkan kecintaannya kepada negerinya dan keindahan negerinya. Maka dia menulis dengan mengatakan :” saya tidak mempunyai kata-kata untuk mengungkapkan keindahan negeriku. Negeri ini berada pada kondisi yang buruk. Setiap kali saya berusaha untuk merasakan keindahannya, saya tidak menemukannya. Udaranya tercemar, airnya tercemar, jalan-jalannya tercemar, generasinya sakit, negaranya ricuh dan pemuda-pemudanya selalu untuk bekerja di negara-negara asing untuk mencari pekerjaan yang tidak pantas. Saya melihat sendiri, mereka berdesak-desakan di pintu kedutaan dan mereka memperlakukannya dengan buruk.

Gurunya kaget ketika mengoreksi jawaban anak ini. Lalu dia mendiskusikan tulisannya itu dengannya dan menghadirkan salah seorang guru lainnya. Cucuku tetap pada pendapatnya dengan penuh kepuasan dan pantang menyerah. Dia berkata kepada gurunya : “Saya tidak menulis kecuali dengan kebenaran dan saya tidak mau berbohong.” Maka guru itu menyobek kertas jawabannya dan membuangnya. Saya mengetahui kejadian itu pada hari itu juga dan saya kaget. Namun, saya hadapi masalah itu dengan tenang dan mengajaknya berdiskusi. Dia berkata kepadaku :” Wahai kakekku, apakah engkau bisa mengingkari realitas yang tampak jelas di depan kita dalam masyarakat Mesir.Apakah engkau merasakan apa yang saya renungkan di tengah malam karena awan hitam dan udara yang tercemar yang saya rasakan di dada saya seperti racun yang menghentikan nafasku, merusak jantungku dan memucatkan wajahku. Saya hampir tercekik hingga engkau menolong dengan tabung pernafasan. Bahkan, saya selalu disuntik dengan cortezon di urat setiap hari untuk menyelamatkan hidupku. Mengapa krisis ini masih terjadi sejak bertahun-tahun yang lalu dan mengapa sekarang pemerintah tidak mampu memecahkan masalah ini ? Karena sekarang adalah sekarang.

Apakah engkau bisa melihat pesawat di langit Kairo yang kesulitan mendarat di Bandara Kairo ?Mengapa langit menutupinya dan menutupi pemandangannya yang indah dengan awan hitam tebal ketika datang kepada kita ? Apakah ada perbedaan antara keindahan langit Kairo dan langit Eropa yang jernih ?

Apakah Engkau lupa wahai kakekku ?Tentang nyamuk-nyamuk jahat yang menggigit kita di malam hari dan membangunkan kita tidur di Ajma’, Marina, atau di kota kita, Tonto. Ingatkah kamu tentang kegagalan racun-racun pembunuh nyamuk yang kita gunakan, walaupun bahan-bahan kimia itu membahayakan kesehatan dan jantung kita ?

Apakah engkau lupa nasehat-nasehatmu yang berulangkali kepada saya agar tidak minum air langsung dari kran karena tercemar dengan mikroorganisme, bercampur dengan kuman, kotoran dan garam yang berbahaya, yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal dan hati ?

Apakah engkau lupa pemandangan sebagian orang yang membuang sampah, kencing dan mandi bersama hewan-hewan mereka di sungai Nil serta mencemarkannya ?

Apakah engkau membaca apa yang ditulis oleh salah seorang wartawan beberapa hari lalu bahwa seorang warga menemukan coro mati di air yang keluar dari kran dan setelah para ahli kimia meneliti air tersebut dengan mikroskop, ternyata penuh dengan mikroorganisme, zat garam yang berbahaya dan zat-zat aneh lainnya.

Bagaimana menurutmu wahai kakekku tentang jalan-jalan yang tergenang air karena banjir di musim dingin dan panas ?A palagi terjadi hujan beberapa hari. Seakan-akan tidak ada usaha untuk menyelesaikan permasalahan ini, sehingga kejadian ini terjadi di jalan-jalan kita.
Begitu juga anarkisme yang terjadi di jalan-jalan,tikus-tikus yang berlarian di jalan-jalan, naik di atas dinding hingga sampai ke rumah tingkat atas,masuk ke dalam rumah melalui jendela-jendela dan teras-terasnya.

Sedangkan pemandangan warganya saya dapati selalu gaduh di depan kios-kios roti dan keramaian karena adanya keributan dan pertengkaran. Hal ini seakan-akan menjadi drama-drama sinetron harian yang saya lihat dan saya dengar sejak pagi.

Dia berkata kepadaku:”Wahai kakekku, saya punya dua teman di kelas yang mengatakan bahwa mobil kami tidak akan ditilang oleh polisi sama sekali, sehingga bebas melanggar lalu lintas, karena pada mobil itu ada plat hakim atau polisi di bagian depan dan belakangnya. Karena salah seorang dari anak itu adalah anaknya anggota DPR dan yang satunya lagi anaknya perwira polisi.”

Akhirnya dia berkata kepadaku dengan tajam : “wahai kakekku, setiapkali saya ke Mesjid untuk belajar menghapal al-Qur’an dan melaksanakan shalat Jum’at. Saya mendengar imam mengingatkan jamaah sebelum shalat dengan keras agar setiap orang meletakkan sandal di depannya agar tidak dicuri orang. Saya juga menemukan pamplet-pamplet yang bertuliskan di atas dinding masjid, pintu-pintu san tiang-tiangnya agar berhati-hati dari pencuri sepatu. Namun, demikian wahai kakekku, masih ada juga sepatu yang dicuri.”

Akhirnya selesai sudah dialog saya dengan cucu saya yang berterus-terang dan sadar itu. Jujur kepada dirinya dengan penuh keberanian. Akhirnya, saya melihatnya berpegangan pada pundakku dalam keadaan tenang dan kasih sayang. Dia merangkulku dan memelukku seraya berkata :”Wahai kakekku, jangan banyak berpikir dan jangan banyak capek, tidakkah engaku melihatku, semua tidak ada gunanya. Sesungguhnya hanya Islam-lah jalan pemecahannya.”

Subhanallah, lama diri ini tercenung dan tiba-tiba tetesan air bening bergulir di pipi. Guratan irama jiwa seorang cucu yang dididik dalam rumah tangga dakwah yang rabbani mampu mengungkapkan kata yang polos melampaui usianya. Tidakkah kita ingin punya generasi seperti ini ? ku bertanya pada diriku. Ingin sekali.

Buah yang manis dan lezat berasal dari pohon yang sehat, kokoh dan kuat. Pohon itu juga berasal benih yang mantap. Sudahkah diri kita menyiapkan diri sebagai benih itu. Sehingga, melahirkan buah berupa generasi yang Rabbani ? jawabannya ada dalam diri kita masing-masing. Maka marilah selalu menyiapkan diri.

Sesungguhnya kata-kata kita tidak akan ada artinya, hingga kita meninggal di jalan-Nya, maka ruh akan masuk di dalamnya dan memberinya kehidupan. Sesungguhnya kata-kata yang dikeluarkan dari mulut dan belum tersambung dengan sumber ilahi yang maha hidup, hanya akan melahirkan kematian. Wallahu’alam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Muhammad Beltaji pada Asmaa, Putrinya yang Syahid di Rabaa Al Adawiya

Asma El Beltaji Syahid di Rabah Adawiyah pada tgl 14/8/13, putri dari Muhammad El Beltaji Putriku tercinta dan guruku yang mulia.. Asma al-Beltaji, aku tidak mengucapkan selamat tinggal padamu, tapi kukatakan bahwa besok kita akan bertemu lagi. Kau telah hidup dengan kepala terangkat tinggi, berjuang melawan tirani dan belenggu serta mencintai kemerdekaan. Kau telah hidup sebagai seseorang yang diam-diam mencari cakrawala baru untuk membangun kembali bangsa ini, memastikan tempatnya di tengah-tengah peradaban. Kau tidak pernah dijajah oleh perkara sia-sia yang menyibukkan para remaja se usiamu. Meskipun pendidikan tidak mampu memenuhi aspirasi dan ketertarikan mu, kau selalu yang terbaik di kelas Aku tidak punya cukup waktu untuk membersamaimu dalam hidup singkat ini, terutama karena waktuku tidak memungkinkan untuk menikmati kebersamaan denganmu. Terakhir kali kita duduk bersama di Rabaa Al Adawiya kau berkata padaku, “Bahkan ketika Ayah bersama kami, Ayah teta...

Kenapa Piagam Ini Lahir? (Bagian Lima - Habis)

Pesan Dari Piagam Keluarga Begitulah. Melalui contoh-contoh tersebut, sekali lagi hanya contoh, dari dokumen Kependudukan tergambar bagaimana invasi dan serangan telah dilakukan terhadap benteng terakhir umat Islam, sistem nilai-nilainya dan benteng-benteng dari Keluarga Muslim. Itulah kondisi yang melatarbelakangi urgensi perumusan Piagam Keluarga dalam Islam ini.  Ditambah catatan yang menerangkannya, sehingga dapat menjadi suluh yang menerangi jalan umat Islam, laki-laki  maupun perempuan, dan menjadi referensi bagi masyarakat Muslim, ormas Islam baik sipil maupun pemerintah, nasional maupun regional. Bahkan piagam ini juga sebagai jawaban terhadap piagam yang menjadi invasi pemikiran dan ideologi terhadap Islam, yang menularkan kanker yang berbahaya dalam tubuh masyarakat kita karena telah menghantam benteng-benteng pertahanan terakhir Islam dan ummatnya, yakni benteng keluarga. Kita dan Barat berada pada dua konsep konsep kebebasan yang berbeda, yang m...

Hujan Makrifat !

Rintik air digerai angin Petir mengkilat guruh gemuruh Lautan syukur seakan terguyur Nikmat Allah datang menggelombang Ya Allah engkau jadikan hujan sebagai rahmat Banyak berkah tumpah meruah Ya Allah kami ini hanya Hamba-Mu maka lembutlah kepada kami Semua ubun-ubun kami ada dalam pegangan-Mu Tanpa-Mu apalah artinya kami ini Tanpa-Mu apalah daya kami ini Tanpa-Mu kami tiada berarti Bimbinglah kami seperti hujan yang digilir Bimbinglah kami seperti awan yang bergerombol Bimbinglah kami seperti air yang mengalir Bimbinglah kami seperti sungai yang mengarus Bimbilnglah kami seperti laut yang bergelombang Bimbinglah kami seperti samudera yang membadai Bimbinglah kami sehingga semua bemuara ke Syurga Dengan penuh ridha dan keridhaan Hujan ini tingkah meningkah Dari renyai menjadi lebat Kami kini mulai melangkah Menapak jalan hayat menuju makrifat