Jelas ada jurang atau kesenjangan digital antara kita (orang
tua/guru) dan anak. Anak-anak kita adalah digital
native, lahir ketika teknologi computer dan internet sudah ada. Mereka
tumbuh dalam lingkungan yang tidak lepas dari teknologi tersebut. Kita sendiri
adalah generasi yang menikmati teknologi saat kita telah dewasa, bahkan
berumur. Karena itu, layaknya “pendatang”, kita “digital immigrant” pasti membutuhkan penyesuaian dengan lingkungan
baru. Bagaimana cara memperkecil
kesenjangan tersebut? Tidak bias tidak, kita perlu memahami karakteristik digital native. Pemahaman mengenai
karakteristik ini akan membantu kita untuk menghadapai tantangan-tantangan
berikut:
1.
Teknologi
Menghapus Batas
Kita perlu menyadari bahwa teknologi
menghapus batas dan menekankan batas-batas tersebut kepada anak dan remaja.
Pada situasi tertentu, anak dan remaja tidak bisa lagi membedakan batas-batas
itu. Misalnya kebiasaan bermain game di
rumah yang tidak dibatasi berujung kebiasaan bermain game di kelas menggunakan handphone.
2.
Anak
Lebih banyak Tahu
Anak-anak kita lahir dan tumbuh bersama
teknologi. Mereka lebih piawai mengoperasikan handphone atau aktivitas online
menyenangkan di internet. Bahkan,
tidak sedikit diantara mereka tahu cara menghindar dari pantauan orang tua saat
berinternet. Maka, kita perlu tahu trik-trik dan memahami bahasa isyarat yang digunakan anak-anak saat berinteraksi di
internet.
3.
Libatkan
Diri Dalam Kehidupan Online Anak
Kebanyakan orangtua tidak punya aturan
jelas mengenai aktivitas berinternet di rumah. Al hasil anak-anak online tanpa pengawasan orangtua. Membuka sembarang situs dan berkomunikasi
dengan orang yang tak dikenal. Sudah
saatnya orang tua membangun komunikasi dengan anak mengenai kebutuhan mereka
berinternet, aktivitas dan teman-teman mereka di dunia maya. Gunakan pertanyaan
yang terbuka, tidak bersifat investigatif. Melalui komunikasi ini, anda dapat
mengarahkan anak-anak ke situs-situs yang edukatif, menghibur dan cocok untuk
usia mereka.
4.
Tahu
Kapan Harus Bertindak
Kita perlu tahu kapan harus mengatakan
“cukup” kepada anak. Ketika anak mulai susah beranjak dari layar computer untuk
mengerjakan PR, atau memilih bermain game
di rumah ketimbang bermain di luar bersama teman-temannya, tandanya anda
harus bertindak.
5.
Era Prosumer
Di era user
generated content, pengguna internet berperan sebagai konsumen sekaligus
produsen. Setiap orang dapat memajang dan menerima video, foto, bahkan
menghadirkan identitas palsu yang kerap menurut mereka adalah identitas ideal.
Di sinilah kadang “batas-batas” menjadi kabur. Kita dapat membekali anak untuk
berpikir kritis tentang aktivitas mereka di internet: apa yang mereka baca,
bagi, dan di lihat di dunia maya.
(Disarikan dari “Mendampingi Anak dan
Remaja di Era Digital” Oleh YPMA 2011)
Pasted form: Majalah UMMI Spesial No.1 Tahun 2014, Hal
36
Komentar
Posting Komentar