Langsung ke konten utama

6 Tips Positif Bermedia Sosial dengan Anak


Biarkan anak-anak lebih berpartisipasi. Aktivitas yang dipilih dapat berupa hobi  yang menyenangkan.

Jesisica Krier, dalam bukunya social Networking and Relationship: The Benefits and Drawbacks of Children (9-12) Using Online Social Networking Sites, memberikan beberapa langkah efektif agar orangtua bersama anak dapat menjalani pengalaman yang positif dan  aman dengan media sosial.


1.     Lakukan Pertemuan Rutin Keluarga
Lakukan pertemuan rutin dengan anggota keluarga untuk membahas perilaku online termasuk penggunaan internet, media sosial baik untuk pekerjaan, pelajaran atau sekedar bersenang-senang. Pertemuan keluarga ini akan menjalin komunikasi dan kehangatan yang lebih luas daripada sekedar media sosial. Boleh jadi, keakraban dengan rekan-rekan di media sosial akibat kurangnya frekuensi dan intensitas dengan keluarga. Tetapkan definisi aturan yang jelas, waktu penggunaan dan konsekuensi.

2.     Bantu Anak Menemukan Situs Bermanfaat
Bantu anak menemukan situs yang bermanfaat bagi mereka. Berinteraksi dengan situs-situs yang edukatif akan mendekatkan mereka dengan teman-teman yang memiliki visi yang sama.
3.     Temani Anak Sesekali Mengunggah sebuah Status atau Kisah
Temani anak sesekali mengunggah sebuah status atau kisah. Mungkin anak akan merasa risih dan menolak. Jelaskan, bahwa orangtua ingin melihat sesekali. Anak akan mengingat bahwa saat mereka mengunggah sesuatu, berita itu tidak hanya tersimpan untuk diri sendiri atau hanya dengan teman sebaya, yang mereka unggah itu bisa dibaca oleh orang seantero dunia.

4.     Dorong Interaksi Sosial di Dunia Nyata
Dorong anak untuk menggunakan waktu lebih terbatas dengan media sosial dan orang tua menggantinya dengan interaksi sosial yang lebih nyata. Biarkan anak-anak lebih berpartisipasi. Aktivitas yang dipilih dapat berupa hobi yang menyenangkan seperti memelihara hewan, mengoleksi tanaman, membuat kerajinan tangan, memasak bersama, atau bersepeda. Dalam Islam, melatih anak laki-laki untuk ke Masjid lima kali dalam sehari terbukti merupakan pelajaran berharga bagi kemampuan sosial anak.

5.     Jelaskan dengan Bahasa yang Tepat Resiko di Dunia Maya
Jelaskan dengan bahasa yang tepat, apa saja risiko berteman via online atau media sosial. Tanyakan dengan hati-hati apakah ada teman-teman atau malah anak kita sendiri yang mengalami cyber bullying. Dampingi agar anak memiliki orang yang dapat dipercaya.

6.     Ingatkan Anak Apa yang Ada di Media Sosial Belum Tentu Benar
Ingatkan anak bahwa apa yang mereka lihat di media sosial belum tentu benar. Seseorang mungkin memasang foto artis, foto hewan, foto bunga atau sebuah benda dan itu bukanlah diri mereka pribadi. Begitupun status atau berita yang muncul, tidak harus dipercaya. Hal ini akan membantu anak untuk tangguh menghadapi perilaku tak menyenangkan terhadap diri mereka seperti komentar negative, ajakan berprilaku tak bertanggungjawab, atau beragam jenis tekanan lain.


Pasted form: Majalah UMMI Spesial No.1 Tahun 2014, Hal 41

Komentar

Postingan populer dari blog ini

“CUCUKU YANG MENGAJARIKU PELAJARAN”

Ada sebuah kisah yang menarik dapat kita jadikan contoh bagaimana seorang kakek menuliskan guratan irama jiwa seorang cucunya yang dibesarkan dalam naungan tarbiyah Rabbani. DR. Mahmud Jami’ dalam bukunya yang berjudul :” Wa’raftu al-Ikhwan “ ( Ikhwanul Muslimin yang Saya Kenal terbitan Pustaka Al-Kautsar) menuliskan sebagai berikut : “CUCUKU YANG MENGAJARIKU PELAJARAN” Cucuku, Thariq Jami’ baru berusia dua belas tahun, kelas dua I’dadiyah (2SMP) dan dilahirkan di Inggris. Dia selalu bolak-balik Mesir-Inggris setiap datang musim panas untuk menghadiri muktamar-muktamar Ilmiah di luar Mesir. Pada Minggu yang lalu, dia menghadapi ujian mengarang. Judul yang disodorkan dalam soal itu adalah siswa disuruh mengungkapkan kecintaannya kepada negerinya dan keindahan negerinya. Maka dia menulis dengan mengatakan :” saya tidak mempunyai kata-kata untuk mengungkapkan keindahan negeriku. Negeri ini berada pada kondisi yang buruk. Setiap kali saya berusaha untuk merasakan keindahannya, sa...

5 Cara Mempersempit Jurang Digital Antara Anak dan Orang Tua

Jelas ada jurang atau kesenjangan digital antara kita (orang tua/guru) dan anak. Anak-anak kita adalah digital native, lahir ketika teknologi computer dan internet sudah ada. Mereka tumbuh dalam lingkungan yang tidak lepas dari teknologi tersebut. Kita sendiri adalah generasi yang menikmati teknologi saat kita telah dewasa, bahkan berumur. Karena itu, layaknya “pendatang”, kita “ digital immigrant” pasti membutuhkan penyesuaian dengan lingkungan baru.  Bagaimana cara memperkecil kesenjangan tersebut? Tidak bias tidak, kita perlu memahami karakteristik digital native. Pemahaman mengenai karakteristik ini akan membantu kita untuk menghadapai tantangan-tantangan berikut:

Kemuliaan Ibu dalam Kosa Kata Al Qur’an[1]

Kemuliaan Ibu dalam Kosa Kata Al Qur’an [1] Sulthan Hadi   “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-Bapaknya (al walidain; ibunya (al umm) yang telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah.” (QS. Luqman: 14) Ibu, dialah sumber kasih sayang; mengasuh dan memberi tanpa batas. Dialah prajurit malam yang selalu berjaga dan terjaga. Menemani ketidakberdayaan kita. Dia selalu mendahulukan anaknya dari dirinya sendiri, mencintai tanpa menuntut balas. Ibu, sebuah kata yang jujur nan kuat, diucapkan semua makhluk hidup dalam bahasanya masing-masing. Dengan kata ‘ibu’ para makhluk itu mendapatkan kasih sayang, ketulusan hati, kehangatan, pengorbanan, cinta yang agung, yang dicipta dan ditumbuhkan Allah dalam  diri semua  ibu terhadap anak-anaknya. Karena itu, Allah swt berwasiat kepada manusia untuk taat kepadanya, seperti juga Rasul-Nya telah berpesan agar kita senantiasa berbakti kepadanya.