Langsung ke konten utama

001 Haru Biru Rindu Abi Baru: Anakku Engkau Adalah Si Putri Subuh (Fajr’s Princess)

Jarum jam terus berdetak detik demi detik. Malam sudah larut, pukul 00.20. Hatiku rindu… Hatiku biru mengenangkan akhwat kecilku yang berjarak lebih dari 60 km saat sekarang ini dengan ku. Aku di bumi Bertuah sedang mempersiapkan agenda besar peran serta dakwah dalam musyarakah di sektor ketiga. Dia di sana bersama umminya di pelataran Kota beriman Bangkinang.

Ku teringat sepenggal kalimat dari Abaku:”Kalau kau ingin merasakan sayangnya seorang Ayah, maka tunggulah nanti kalau sudah punya anak.” Kalimat ini ditujukan kepadaku di sela-sela debat dan diskusi sengit kami saat ku baru mulai tarbiyah dengan segala idealisme tekstualnya yang saklek.

Berpisah dengan istri bagiku biasa saja. Bahkan ku sering menyatakan menangis berairmata darahpun (kejam juga yee…) aku akan tetap berangkat. Berpisah dengan anak rindunya menyusup dengan lembut, sangat lembut. Maka wajarlah seorang manusia dijadikan indah terhadap anak lebih lembut dari kerinduan pada seorang istri. Tapi perjuangan harus berjalan terus.

Entah mengapa ku ingin menuliskan kerinduan ini saat ini, karena dia adalah Putri Subuh. Dia dilahirkan Ummi yang kuat. Kuat menahan penderitaan sakit persalinan. Alhamdulillah saya kuat mengikutinya detik-demi detik. Termasuk persalinan yang berat kata bidannya. Sakitnya dari jam 5 subuh Hari sabtu 04 Januari 2014 sampai dengan pukul 03.37 hari Ahad 05 Januari 2014. Umminya sampai gemetaran menahan untuk tidak mengejan dari pukul 22.00 WIB sampai pukul 03.00 karena ketubannya belum pecah. Dia memintaku untuk tilawah di dekatnya seperti biasa ba’da subuh kami lakukan, membetulkan tahsinku. Tapi malam itu tidak ada koreksian. (Tak setiap pagi juga sih… karena saya sering berangkat sebelum subuh malah…. Baru pulang ba’da Isya). Dia selalu mengikuti arahanku untuk istigfar dan takbir (sesekali ditingkahi pertanyaannya, “ Suster, Kapan saya boleh mengejan?”).

Setiap sejam sekali kondisi Putri Subuh (Fajr’s Princess dicek), dia masih tetap kuat. Jantungnya berdetak mantap. Memang saat USG pertama dokter sudah bilang jantungnya kuat sekali (bertolak belakang dengan kondisi Abinya). Bahkan ketika masa kehamilannya 7 bulan dia sudah menendang dengan sangat kuat. Umminya kadang suka terperanjat dibuatnya. Pada usia Kehamilan 8 bulan kalau tidak diusap dan diajak cerita mengenai pengalaman Abinya hari itu, si putri Subuh akan menendang dengan sangat kuat. Dia baru berhenti ketika aku mengelusnya lembut dan mulai bercerita.  

Begitulah kedekatan kami dimulai. Umminya bermohon kepada Allah SWT semoga anak pertama laki-laki. Lalu sayapun mengatakan,”Mari kita adu doa kita di hadapan Allah SWT, saya ingin dapat anak perempun, biar bisa makin lembut, penyabar, penyayang dan punya romantisme cinta.” (Karena Umminya bilang saya kurang romantis…. Waktu si Doi minta dibuatkan surat cinta, saya jadi kelimpungan…. Saya tulis lalu print…. Si Doi bilang,”Bang ini bukan surat cinta, ini mah mirip naskah khutbah Jum’at….” [Waduh…. Tega banget….habis itu saya melahap habis contoh surat cinta dengan bantuan mbah goggle, tapi sampai saat ini saya juga belum bisa buat surat cinta… nasib kurang berbakat……”].

Akhirnya menjelang USG terakhir saya bermimpi berdebat dengan seorang Akhwat cilik memakai jilbab panjang. Dia mengajukan berbagai argumentasi mempertahankan pendapatnya. Saya sudah lupa topik yang kami bahas…. Besok sorenya Umminya USG sendiri [bareng bundaku lho maklum banyak kerjaan konsep program belum selesai] ketahuannya akhwat.

Akhirnya dia lahir di waktu Fajar menyingsing, membawa banyak harapan baru. Semangat baru. Ketika masih dalam kandungan begitu lasak, setelah di luar dia begitu kalem. Nangisnya sih kuat juga… tapi Cuma kalau lapar atau basah saja. Jadi kita bisa istirahat dengan tenang. Entahlah besok-besok. Kalau Sukarno adalah Putra sang fajar…. Maka engaku akhwat kecilku adalah Putriku yang lahir di waktu fajar (Putri Subuh).

Bersambung ke episode 002: In Sha Allah!
Selasa, 07 Januari 01.04 pagi.
Ruang Kantor Main Office Qolbu Re-engineering (QR) Foundation (Ruang Tamu Ust. Sofyan siroj He…..he….)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kemuliaan Ibu dalam Kosa Kata Al Qur’an[1]

Kemuliaan Ibu dalam Kosa Kata Al Qur’an [1] Sulthan Hadi   “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-Bapaknya (al walidain; ibunya (al umm) yang telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah.” (QS. Luqman: 14) Ibu, dialah sumber kasih sayang; mengasuh dan memberi tanpa batas. Dialah prajurit malam yang selalu berjaga dan terjaga. Menemani ketidakberdayaan kita. Dia selalu mendahulukan anaknya dari dirinya sendiri, mencintai tanpa menuntut balas. Ibu, sebuah kata yang jujur nan kuat, diucapkan semua makhluk hidup dalam bahasanya masing-masing. Dengan kata ‘ibu’ para makhluk itu mendapatkan kasih sayang, ketulusan hati, kehangatan, pengorbanan, cinta yang agung, yang dicipta dan ditumbuhkan Allah dalam  diri semua  ibu terhadap anak-anaknya. Karena itu, Allah swt berwasiat kepada manusia untuk taat kepadanya, seperti juga Rasul-Nya telah berpesan agar kita senantiasa berbakti kepadanya.

Menjadi Pemakmur Masjid Menjadi Keluarga Allah di Bumi

"Ada lebih dari 700 ribu Masjid di Indonesia, kami bermimpi 1 persen saja yang dikelola dengan semangat seperti di jogokariyan maka In sha Allah Indonesia ini akan menjadi Rahmatan lil 'alamin, "Harap Ust Muhammad Jasit Ketua Takmir Masjid Jogokariyan Jogja karta. Masjid Jogokariyan dimulai dari mimpi . Membangun masjid tidak harus dimulai dari bangunan. Memulai peradaban tidak harus dimulai dengan bangunan fisik. Peradaban itu di bangun dari bangunan jiwa. Mendidik mental manusia. Mendidik sumberdaya manusia. Itulah inti dari semangat masji jogokariyan. Saat ini masjid jogokariyan bisa beraktivitas tanpa ada infaq dari jamaahnya kalau mau. Masjid ini punya penginapan, travel, dan sayap bisnis lainnya. Pengeluaran perbulannya bisa sampai dua ratusan juta tapi pemasukannya juga bisa sampai milyaran perbulan. Masjid ini kecil saja. Tapi semua muat di sana, semua pergerakan Islam bisa duduk manis di sini. "Kami berdiri diatas semua golongan, kalau ikhwah d...

“CUCUKU YANG MENGAJARIKU PELAJARAN”

Ada sebuah kisah yang menarik dapat kita jadikan contoh bagaimana seorang kakek menuliskan guratan irama jiwa seorang cucunya yang dibesarkan dalam naungan tarbiyah Rabbani. DR. Mahmud Jami’ dalam bukunya yang berjudul :” Wa’raftu al-Ikhwan “ ( Ikhwanul Muslimin yang Saya Kenal terbitan Pustaka Al-Kautsar) menuliskan sebagai berikut : “CUCUKU YANG MENGAJARIKU PELAJARAN” Cucuku, Thariq Jami’ baru berusia dua belas tahun, kelas dua I’dadiyah (2SMP) dan dilahirkan di Inggris. Dia selalu bolak-balik Mesir-Inggris setiap datang musim panas untuk menghadiri muktamar-muktamar Ilmiah di luar Mesir. Pada Minggu yang lalu, dia menghadapi ujian mengarang. Judul yang disodorkan dalam soal itu adalah siswa disuruh mengungkapkan kecintaannya kepada negerinya dan keindahan negerinya. Maka dia menulis dengan mengatakan :” saya tidak mempunyai kata-kata untuk mengungkapkan keindahan negeriku. Negeri ini berada pada kondisi yang buruk. Setiap kali saya berusaha untuk merasakan keindahannya, sa...