Selasa, 19 November 2013

Surat Muhammad Beltaji pada Asmaa, Putrinya yang Syahid di Rabaa Al Adawiya



Asma El Beltaji Syahid di Rabah Adawiyah pada tgl 14/8/13, putri dari Muhammad El Beltaji
Asma El Beltaji Syahid di Rabah Adawiyah pada tgl 14/8/13, putri dari Muhammad El Beltaji

Putriku tercinta dan guruku yang mulia.. Asma al-Beltaji, aku tidak mengucapkan selamat tinggal padamu, tapi kukatakan bahwa besok kita akan bertemu lagi.
Kau telah hidup dengan kepala terangkat tinggi, berjuang melawan tirani dan belenggu serta mencintai kemerdekaan. Kau telah hidup sebagai seseorang yang diam-diam mencari cakrawala baru untuk membangun kembali bangsa ini, memastikan tempatnya di tengah-tengah peradaban.

Kau tidak pernah dijajah oleh perkara sia-sia yang menyibukkan para remaja se usiamu. Meskipun pendidikan tidak mampu memenuhi aspirasi dan ketertarikan mu, kau selalu yang terbaik di kelas

Aku tidak punya cukup waktu untuk membersamaimu dalam hidup singkat ini, terutama karena waktuku tidak memungkinkan untuk menikmati kebersamaan denganmu. Terakhir kali kita duduk bersama di Rabaa Al Adawiya kau berkata padaku, “Bahkan ketika Ayah bersama kami, Ayah tetap sibuk” dan kukatakan “Tampaknya bahwa kehidupan ini tidak akan cukup untuk menikmati setiap kebersamaan kita, jadi aku berdoa kepada Tuhan agar kita menikmatinya kelak di surga.”

Dua malam sebelum kau dibunuh, aku melihatmu dalam mimpiku dengan gaun pengantin putih dan kau terlihat begitu cantik.  Ketika kau berbaring di sampingku aku bertanya, “Apakah ini malam pernikahanmu?” kau menjawab, “Waktunya adalah di sore hari Ayah, bukan malam”. Ketika mereka bilang kau dibunuh pada Rabu sore aku mengerti apa yang kau maksud dan aku tahu Allah telah menerima jiwamu sebagai martir. Kau memperkuat keyakinan ku bahwa kita berada di atas kebenaran dan musuh kita berada pada kebatilan.

Aku merasa sangat terluka karena tidak berada di perpisahan terakhirmu dan tidak melihatmu untuk terakhir kalinya, tidak mencium kening mu, dan memiliki kehormatan untuk memimpin shalat jenazah mu. Aku bersumpah demi Allah sayang, aku tidak takut kehilangan nyawaku atau penjara yang tidak adil, tapi aku ingin membawa pesan yang kau telah berkorban nyawa untuk-Nya, untuk menyelesaikan revolusi, untuk menang dan mencapai tujuannya.
Jiwamu telah dimuliakan dengan kepala terangkat tinggi melawan tiran. Peluru tajam telah membelah dadamu. Yang menurutku luar biasa dan penuh dengan kebersihan jiwa. Aku yakin bahwa kau jujur kepada Allah dan Dia telah memilihmu di antara kami, memberimu kehormatan dengan pengorbanan.

Akhirnya, putriku tercinta dan guru ku yang mulia… aku tidak mengucapkan selamat tinggal, tapi aku mengucapkan sampai jumpa kita akan segera bertemu dengan Nabi kita tercinta dan sahabat-sahabatnya di surga, dimana keinginan kita untuk menikmati kebersamaan kita akan  menjadi kenyataan. (piyungan)
__
NB: Asmaa Mohamed El Beltaji berusia 17 tahun dan adalah antara yang dibunuh pada tragedi berdarah di Medan Rab’ah (14/8/2013). Beliau adalah putri satu-satunya Mohammed El Beltaji, seorang pimpinan Ikhwanul Muslimin.
*diterjemahkan oleh @nastarabdullah dari http://www.middleeastmonitor.com/news/africa/7007-letter-from-dr-mohamed-beltaji-to-his-martyred-daughter


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2013/08/21/38354/surat-muhammad-beltaji-pada-asmaa-putrinya-yang-syahid-di-rabaa-al-adawiya/#ixzz2lATCQWt0 

Senin, 03 Juni 2013

Sepucuk Surat LHI di Suatu Pagi untuk Putrinya Tercinta


Ananda Qaanita yang ayah sayangi,
Assalamualaikum Wr. Wb

Kalau dalam surat ayah sebelumnya ada cerita tentang ayah yang bermimpi bertemu mama dalam suasana bahagia,rabu pagi tadi setelah solat malam dan solat subuh, ayah tidur lagi (padahal janjian olah raga bareng) dalam mimpi pagi di hari rabu ayah melihat ketabahan dan kesabaran mama menanti ayah yang sedang menjalankan banyak pekerjaan dengan dua anaknya yang masih kecil-kecil entah siapa mereka, abang dan anit yang masih kecil kah atau anit dan najiah yang masih bayi … Meskipun nampak letih dan lelah juga bĂȘte tapi wajahnya yang imut-imut memancarkan ketabahan dan kesabaran dalam penantian… menanti ayah membantu meringankan tugas-tugas yang sedang ia jalankan… suasanannya seperti di Eropa atau mungkin di sebuah guest house di Islam abad…

Perjalanan hidup mamamu spectacular, tidak ada satu ikhwahpun di Indonesia ini yang pernah mengalami apa yang pernah di jalani mamamu dia adalah wanita baja di hadapan terpaan ujian rintangan dan terpaan selain beribu penderitaan hidup sedikitpun dia tak pernah mengeluh saat kesulitan melanda, dan dia juga tidak pernah bangga saat banyak kemudahan yang terbentang dalam kehidupannya… kesabaran yang begitu dalam saat menanti berbagai uraian dari rangkaian perjalanan panjang yang spektakuler, tragedi2 kehidupan yang tidak pernah dia bayangkan bahkan tidak pernah muncul dalam mimipi-mimpinya saat beliau ayah nikahi di tahun 1984 Januari 11, kadang tiba juga uraian latar belakang dan tujuan dari ribuan tanda tanyannya yang ada di benaknya, walau hanya sedikit, walau tidak segitu gamblang walau masih banyak yang belum ia dapat…

Tapi mamamu selalu menganalisannya sendiri, menemukan jawabannya sendiri dan menentramkan jiwanya sendiri dari rasa penasaran dalam mendampingi perjalan panjang ayah sejak tahun 1989 di luar negri
Mamamu selalu siap melangkah membawa badannya yang imut-imut
dengan menggendong putra-putrinnya yang selalu ceria untuk mengikuti ayah berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain bahkan dari satu Negara ke Negara lain…

Belum lagi antara 1984- 1989 dari suatu lingkungan keluarga yang ramah ke keluarga yang tidak memiliki keramahan dalam memperlakukan mama dia hanya diam tersenyum pahit sambil nyubit-nyubitin ayah, kadang sambil cemberut lalu menggigit-gigit ayah untung bibirnya tipis, jadi ayah bisa nahan rasa sakit
Mamamu adalah teladanmu, dalam hal kesabaran, mamamu adalah maha gurumu dalam hal ketabahan, mamamu adalah panutanmu dalam hal keuletan….katakan kalimat-kalimat ini pada saudara-saudari anit… Kreasi dan inovasinya tidak pernah pudar dalam berbagai situasi yang harus dia hadapi, untuk memecahkan kebekuan suasana, untuk mencairkan gunung es kejenuhan tatkala ayah sedang jauh dari sisinya…

Putra putrinnya menjadi muara nilai-nilai dan mutiara hikmah yang dia peroleh dalam tafakurnya memahami jalan hidupnya, mendampingi suami, berjuang bersama suami, membekali kebutuhan perjuangan suami… hingga tahun-tahun terakhir ini sebelum ia memunculkan kreasi dan inovasi baru yang tidak sepenuhnya mengagumkan ayah dan tidak seluruhnya melegakan ayah yaitu sejak ayah masuk dunia politik.
Padahal air politik adalah bagian yang tidak bisa di pisahkan dari mata rantai perjalanan dan perjuangan ayah sejak sebelum menikah hingga menikah, hingga punya anak banyak… hingga ayah di kuburkan… siapapun yang nanti mati duluan… itulah nit mengapa ayah begitu mencintai mamamu lihatlah tak satupun saudari-saudarimu yang tidak mewarisi sifat-sifat mamamu, walau mereka ada yang secara expresi menyuarakan pandangan dan pikirannya pada ayah secara lantang tapi itu hanya expresi setiap dari kepribadiannya, mereka tidak selalu menyertai expresinnya tapi menyertai kepribadian yang di tumpahkan mamamu…

Inilah mamamu di mata ayah anit dan itulah mamamu di hati dan kehidupan ayah nit… ayahpun berkerap, berharap, dan berdoa… begitulah pula putra putri ayah bagi pasangan hidupnya masing-masing nanti dalam menghadapi terpaan dan ujian di sepanjang Jalan Allah SWT saat ini dan nanti…
LHI


sponsor: www.qr-tijaroh.com 

Selasa, 21 Mei 2013

Sedekah Istri dari Harta Suaminya

Aisyah RA berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, "jika seorsng istri menginfakkan makanan rumahnya tanpa  berbuat kerusakan maka ia mendapat pahala dengan apa yang ia infakkan. Demikian pula suaminya akan mendapatkan pahala dari apa yang ia kerjakan. bagi bendahara juga seperti itu. sebagian mereka tidak mengurangi pahala sebagian yang lain sedikitpun."
(Muttafaqun alaihi, HR. Bukhari (1425) HR Muslim (1024)