Oleh: Hj. Anis
Byarwati, s.Ag, M.Si
Ketua Dewan Pembina
Lembaga Kajian Ketahanan Keluarga Indonesia (LK3I)
Keluarga
adalah miniatur sebuah bangsa. Rapuh dan runtuhnya keluarga merupakan indikator
lemah dan hancurnya sebuah bangsa.
Rangkaian puji serta
syukur tak putus kita panjatkan hanya kepada Allah swt, Rabb alam semesta alam.
Shalawat serta salam selalu kita sanjungkan kepada pemimpin dakwah Islam,
contoh dan teladan terbaik bagi umat manusia sepanjang zaman, dan pembawa suluh
yang menerangkan jalan hidayah kepada kita semua. Juga kepada keluarganya, para
sahabatnya, serta seluruh pengikutnya yang setia berada di jalan perjuangan
dakwahnya.
Rangkaian kalimat
yang saya ungkapkan di awal sambutan ini, adalah kerangka yang mengilhami
kerja-kerja kami di Lembaga Kajian Ketahanan Keluarga Indonesia (LK3I). Kami
sepenuhnya sadar bahwa, keluarga adalah basis pertahanan inti dari sebuah
masyarakat dan negara. Dan pada saat yang sama, basis pertahanan inti dari hari
ke hari kian terlihat rapuh seiring dengan hebatnya serangan pemikiran dan
budaya dari berbagai arah.
Mohammed Imaara yang
juga memberi pengantar dalam buku ini. Menggambarkan bagaimana kondisi
masyarakat Muslim dan lebih khusus lagi institusi keluarga Muslim dalam posisi
yang berbahaya. Sedikit saya kutipkan di sini, perkataan DR. Mohammed
Imaara,"Kita sedang menghadapi
pikiran jahat dengan segenap makna yang terkandung di dalamnya. Sebuah
kondisi di mana dunia kita dan dunia
Islam kita khususnya terus-menerus mendapat serangan. Serangan itu mulanya di
deklarasikan dalam Konferensi Internasional tentang kependudukan tahun 1994,
yang menyerukan seluruh pemerintahan dunia beserta seluruh organisasinya,
bahkan lembaga keagamaan di mana saja, untuk mengubah struktur keluarga, yang
tidak hanya didasari oleh ikatan pernikahan saja, tetapi juga termasuk berbagai
bentuk pertemuan antara pria dan wanita."
Itulah diantara
kondisi yang menjadikan buku ini penting bagi seluruh masyarakat Muslim dan
khususnya keluarga Muslim.
Buku ini, disebut
sebuah piagam (mitsaaq dalam bahasa Arab, atau Charter dalam bahasa Inggris).
Ia berbicara secara lengkap dan sistematis tentang tata aturan berkeluarga
dalam Islam. Dikeluarkan oleh Komite Islam Internasional untuk perempuan dan
anak. Sebuah komite yang berada di bawah Dewan Islam Internasional Untuk Dakwah
dan Bantuan (Al Majlis Al Islami Al'Alamy li Ad Da'wah wa Al Ighatsah) yang
menghimpun sekitar 80 organisasi Islam di seluruh dunia.
Inilah hasil kerja
keras ulama yang sebenarnya sudah dicetuskan beberapa tahun yang lalu. Ide yang
kemudian dilanjutkan dengan pembuatan draft tentang Piagam ini, terjadi di Cairo Mesir, saat diselenggarakan Pertemuan
Dewan Pendiri Muslim Council XIX, tepatnya tanggal 6 September 2007. Draft
pikiran ini kemudian diajukan untuk menjadi panduan dan acuan bagi masyarakat
Islam untuk menata rumah tangga. Lebih khususnya dalam menanggapi invasi atau
serangan ideologi yang begitu kuat menggempur benteng rumah tangga masyarakat
Islam, sebagai sumber daya Muslim yang harus dipelihara dan dilindungi.
Pemikiran ini lalu
kian mengkristal dengan dukungan Islamic Development Bank dan berbagai upaya
para ulama, agar menjadi Piagam Islam pertama yang membahas tentang hak-hak dan
kewajiban setiap individu dari anggota keluarga, bersumberkan ajaran syariat Islam.
Di antara ulama yang turut membidani kelahiran Piagam ini adalah DR. Yusuf Al
Qaradhawi, Ketua Asosiasi Internasional Cendikiawan Muslim sekaligus Ketua
Dewan Fatwa Eropa, DR. Ali Joma'a Mufti
Agung Mesir, Dr Ahmed El Assal Wakil Rektor Universitas Islam Internasional di
Pakistan, dan para Ulama serta cendikiawan Islam lainnya.
Konteks
Kekinian, Keluarga Indonesia
Imbas kerapuhan
keluarga di Indonesia sudah sangat kita rasakan. Kita menyaksikan bagaimana
institusi rumah tangga, yang sesungguhnya menjadi benteng generasi, telah
banyak tergerogoti. Kita bisa melihat bagaimana angka perceraian semakin
merangkak meningkat. Diantara lima tahun terakhir pun, tren perceraian naik
tajam. Pasca reformasi terdaftar angka perceraian naik sampai 4-10 kali lipat
dibandingkan sebelum Reformasi.
Pada tahun 2009,
terdapat 250 ribu perkara perceraian. Jumlah tersebut sebanding beserta 10
persen mengenai angka pernikahan di tahun 2009. kebanyakan kasus perceraian
(70%) di pengadilan agama yaitu cerai gugat, di mana pihak istri yang menggugat
cerai suaminya. Apapun penyebabnya, tetap kondisi benar-benar sangat
memprihatinkan.
Untuk itulah, kami
di Lembaga Kajian Ketahanan Keluarga Indonesia (LK3I) mencanangkan berbagai
program untuk memperkuat basis-basis rumah tangga masyarakat di Indonesia. Dan
buku yang diterbitkan ini, merupakan salah satu program kami sebagai modal
panduan yang akan disosialisasikan ke berbagai tempat di Indonesia melalui
seminar, pelatihan, workshop dan lain sebagainya.
Semoga langkah
penerbitan buku ini, memiliki dampak yang besar penguatan basis keluarga
keluarga Muslim di tanah air. Saya yakin, kebahagiaan adalah bagian yang tak
boleh terpisahkan dari kehidupan manusia beriman. Dan diantara sumber
kebahagiaan yang penting kita miliki, adalah kebahagiaan dalam rumah tangga.
Kebahagiaan yang tercipta karena kebersamaan dalam kecintaan, pengorbanan,
kuatnya ikatan, saling percaya, saling membantu, dan dalam kelapangan dada saat
menghadapi beragam permasalahan.
Komentar
Posting Komentar