Oleh: DR. Muhammad Imarah
Istilah
"Kesehatan Reproduksi dan Kesehatan Seksual"
Jika Islam telah
mengatur kenikmatan seksual, sebagai cara untuk menjaga kehormatan, kesucian,
dan reproduksi, melalui "legal seksual" atau pernikahan yang sah.
Tapi dokumen Konferensi kependudukan itu menjadi sesuatu yang berstatus
"aman seksual" dalam arti tidak mengundang penyakit, dengan
melepaskan semua peraturan syariat. Seks disebutkan sebagai salah satu hak dari
hak tubuh sebagaimana makanan dan minum yang mubah atau dibolehkan bagi semua
orang, bukan hanya kepada pasangan suami
isteri, bisa dilakukan lintas usia, termasuk kalangan remaja.
Istilah
"Kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual", yang berulangkali
disebutkan dalam dokumen Konferensi Kependudukan itu, adalah kondisi "kemapanana fisik, akal, sosial"
yang otomatis menjadikan setiap individu (bukan hanya pasangan suami isteri)
mampu menikmati kehidupan seksual yang disukai dan dianggap aman. Kenikmatan
seksual dan kesehatan reproduksi dipandang sebagai kebutuhan gizi dan merupakan
hak perempuan baik anak-anak maupun
dewasa.
Jika Islam
mewajibkan sebuah akad nikah, yang menjadi landasan dalam sebuah keluarga, dan
disifatkan sebagai "ikatan yang sangat kuat" (al Mitsaaq al
ghaliizh), yang dilandasi oleh nilai kasih sayang, ketenangan jiwa dan
sebagaimana firman Allah Swt:
"Bagaimana
kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur)
dengan yang lain sebagai suami-isteri dan mereka (isteri-isterimu) telah
mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat (QS. An Nisaa'a:21)
"dan
di antara kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang berpikir (QS. Ar Ruum: 21)
Akan tetapi dokumen
Konferensi Kependudukan itu mmembangun sebuah "hubungan" yang disebut
sebagai "keluarga" hanya dengan pertemuan sukarela yang didasarkan
atas "keserbabolehan dan permisifisme". Karenanya, ia akan melucuti
semua hubungan yang bersifat legal secara syariat. Bahakan seluruh pasal dan
ayat dalam dokumen itu sama sekali tidak menyebut kata-kata "Allah"
dan "agama".
Jika Islam
menganjurkan perkawinan dini untuk membentengi remaja laki-laki dan perempuan
serta kehormatan mereka, maka dokumen dari Konferensi Kependudukan itu justru
mengharamkan dan mengkriminalisasi pernikahan dini, lalu menggantikannya dengan
banyak alternatif termasuk perzinahan dini. Dokumen itu menyerukan "
Pemerintah agar menaikkan usia minimum perkawinan karena hal itu dianggap
sangat penting…. Apalagi dengan memberi alternatif yang bisa menyebabkan tidak
adanya pernikahan dini…" (1)
Artinya mereka
menyerukan "pembatasan yang halal" menjadi "membebaskan yang
haram" karena telah menjadikan seks sebagai hak tubuh bagi mereka yang
semua pelaku seksual di segala usia, semua individu dan beragam bentuk hubungan
dalam persoalan seks.
(1) draft Program Konferensi Internasional tentang
kependudukan dan Pembangunan Bab IV, ayat 21
Komentar
Posting Komentar