Selasa, 18 Maret 2014

001 Haru Biru Rindu Abi Baru: Anakku Engkau Adalah Si Putri Subuh (Fajr’s Princess)

Jarum jam terus berdetak detik demi detik. Malam sudah larut, pukul 00.20. Hatiku rindu… Hatiku biru mengenangkan akhwat kecilku yang berjarak lebih dari 60 km saat sekarang ini dengan ku. Aku di bumi Bertuah sedang mempersiapkan agenda besar peran serta dakwah dalam musyarakah di sektor ketiga. Dia di sana bersama umminya di pelataran Kota beriman Bangkinang.

Ku teringat sepenggal kalimat dari Abaku:”Kalau kau ingin merasakan sayangnya seorang Ayah, maka tunggulah nanti kalau sudah punya anak.” Kalimat ini ditujukan kepadaku di sela-sela debat dan diskusi sengit kami saat ku baru mulai tarbiyah dengan segala idealisme tekstualnya yang saklek.

Berpisah dengan istri bagiku biasa saja. Bahkan ku sering menyatakan menangis berairmata darahpun (kejam juga yee…) aku akan tetap berangkat. Berpisah dengan anak rindunya menyusup dengan lembut, sangat lembut. Maka wajarlah seorang manusia dijadikan indah terhadap anak lebih lembut dari kerinduan pada seorang istri. Tapi perjuangan harus berjalan terus.

Entah mengapa ku ingin menuliskan kerinduan ini saat ini, karena dia adalah Putri Subuh. Dia dilahirkan Ummi yang kuat. Kuat menahan penderitaan sakit persalinan. Alhamdulillah saya kuat mengikutinya detik-demi detik. Termasuk persalinan yang berat kata bidannya. Sakitnya dari jam 5 subuh Hari sabtu 04 Januari 2014 sampai dengan pukul 03.37 hari Ahad 05 Januari 2014. Umminya sampai gemetaran menahan untuk tidak mengejan dari pukul 22.00 WIB sampai pukul 03.00 karena ketubannya belum pecah. Dia memintaku untuk tilawah di dekatnya seperti biasa ba’da subuh kami lakukan, membetulkan tahsinku. Tapi malam itu tidak ada koreksian. (Tak setiap pagi juga sih… karena saya sering berangkat sebelum subuh malah…. Baru pulang ba’da Isya). Dia selalu mengikuti arahanku untuk istigfar dan takbir (sesekali ditingkahi pertanyaannya, “ Suster, Kapan saya boleh mengejan?”).

Setiap sejam sekali kondisi Putri Subuh (Fajr’s Princess dicek), dia masih tetap kuat. Jantungnya berdetak mantap. Memang saat USG pertama dokter sudah bilang jantungnya kuat sekali (bertolak belakang dengan kondisi Abinya). Bahkan ketika masa kehamilannya 7 bulan dia sudah menendang dengan sangat kuat. Umminya kadang suka terperanjat dibuatnya. Pada usia Kehamilan 8 bulan kalau tidak diusap dan diajak cerita mengenai pengalaman Abinya hari itu, si putri Subuh akan menendang dengan sangat kuat. Dia baru berhenti ketika aku mengelusnya lembut dan mulai bercerita.  

Begitulah kedekatan kami dimulai. Umminya bermohon kepada Allah SWT semoga anak pertama laki-laki. Lalu sayapun mengatakan,”Mari kita adu doa kita di hadapan Allah SWT, saya ingin dapat anak perempun, biar bisa makin lembut, penyabar, penyayang dan punya romantisme cinta.” (Karena Umminya bilang saya kurang romantis…. Waktu si Doi minta dibuatkan surat cinta, saya jadi kelimpungan…. Saya tulis lalu print…. Si Doi bilang,”Bang ini bukan surat cinta, ini mah mirip naskah khutbah Jum’at….” [Waduh…. Tega banget….habis itu saya melahap habis contoh surat cinta dengan bantuan mbah goggle, tapi sampai saat ini saya juga belum bisa buat surat cinta… nasib kurang berbakat……”].

Akhirnya menjelang USG terakhir saya bermimpi berdebat dengan seorang Akhwat cilik memakai jilbab panjang. Dia mengajukan berbagai argumentasi mempertahankan pendapatnya. Saya sudah lupa topik yang kami bahas…. Besok sorenya Umminya USG sendiri [bareng bundaku lho maklum banyak kerjaan konsep program belum selesai] ketahuannya akhwat.

Akhirnya dia lahir di waktu Fajar menyingsing, membawa banyak harapan baru. Semangat baru. Ketika masih dalam kandungan begitu lasak, setelah di luar dia begitu kalem. Nangisnya sih kuat juga… tapi Cuma kalau lapar atau basah saja. Jadi kita bisa istirahat dengan tenang. Entahlah besok-besok. Kalau Sukarno adalah Putra sang fajar…. Maka engaku akhwat kecilku adalah Putriku yang lahir di waktu fajar (Putri Subuh).

Bersambung ke episode 002: In Sha Allah!
Selasa, 07 Januari 01.04 pagi.
Ruang Kantor Main Office Qolbu Re-engineering (QR) Foundation (Ruang Tamu Ust. Sofyan siroj He…..he….)

Selasa, 19 November 2013

Surat Cinta Buat Anak-anakku



father-child
Assalamu’alaikum, Nak, dengarlah abimu ini ingin menyampaikan sesuatu kepadamu. Barangkali ini akan menjadi bekal hidupmu dalam mengarungi samudera kehidupan yang dipenuhi onak dan duri. Begitu banyak pertarungan yang akan engkau temui. Pertarungan yang haq dan bathil. Pertarungan mengalahkan hawa nafsu. Pertarungan mempertahankan hak dan kewajiban.


Anakku sayang, engkau hidup pada zaman dimana keadilan begitu susah didapatkan. Kebenaran menjadi sebuah barang langka yang begitu sulit ditemukan. Yang benar menjadi tontonan, yang salah dijadikan tuntunan. Harga diri diperjualbelikan dengan harga teramat murah. Hukum diperdagangkan. Harga nyawa manusia nyaris tidak jauh beda dengan makhluk Allah bernama binatang. Perbuatan maksiat sudah menjadi pemandangan biasa yang begitu mudah ditemui. Rasa malu sudah mulai menipis. Kontrol sosial tidak berlaku lagi. Iman di dada sudah mulai sirna. Berbuat baik menjadi sebuah hal dianggap yang aneh dan bahkan ditertawakan. Para guru tidak lagi mendidik dengan sepenuh cinta. Para orangtua minim tanggung jawab kepada anak dan keluarganya. Para pemimpin tidak lagi memperdulikan nasib rakyatnya, karena sibuk memperkaya diri dan keluarganya. Para pemuda/i sudah banyak yang kehilangan arah dan tujuan. Kebaikan orang lain yang banyak akan lenyap seketika, saat sedikit saja terlihat keburukan di dirinya. Orang enggan berbuat baik karena takut dibilang sok alim, sok sholeh, sok ahli syurga, sok ambil muka dan lain sebagainya.

Anandaku sayang, tidak penting berapa banyak orang melakukan sesuatu kebaikan itu. Yang penting perdalam ilmu dan pemahamanmu tentang itu, maka konsistenlah dalam menjalankannya. Tempuhlah semua kelakuan yang dapat menyampaikanmu pada keridhoan Allah dengan tekad dan kesungguhan. Pegang teguh selalu prinsip hidupmu. Betapa banyak orang yang tahu, bahkan paham bahwa berjama’ah di masjid itu lebih baik, namun hanya berapa yang mau dan mampu melaksanakannya? Biarlah engkau dianggap aneh, asalkan bukan larangan Allah yang engkau lakukan. Biarlah manusia benci, asalkan Allah Subahanhu Wa’ Ta’ala sayang dan cinta kepadamu. Ingatlah, bahwa hidup di dunia hanya sementara. Hanya berapa lama engkau dibenci? dan tak terbayangkan berapa lama kasih sayang Allah yang akan engkau dapatkan di yaumil akhir kelak….

Tentang Muhammad Abrar

Pegawai Swasta. Anggota Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2013/05/25/33795/surat-cinta-buat-anak-anakku/#ixzz2lAVuJSi9 

Surat Muhammad Beltaji pada Asmaa, Putrinya yang Syahid di Rabaa Al Adawiya



Asma El Beltaji Syahid di Rabah Adawiyah pada tgl 14/8/13, putri dari Muhammad El Beltaji
Asma El Beltaji Syahid di Rabah Adawiyah pada tgl 14/8/13, putri dari Muhammad El Beltaji

Putriku tercinta dan guruku yang mulia.. Asma al-Beltaji, aku tidak mengucapkan selamat tinggal padamu, tapi kukatakan bahwa besok kita akan bertemu lagi.
Kau telah hidup dengan kepala terangkat tinggi, berjuang melawan tirani dan belenggu serta mencintai kemerdekaan. Kau telah hidup sebagai seseorang yang diam-diam mencari cakrawala baru untuk membangun kembali bangsa ini, memastikan tempatnya di tengah-tengah peradaban.

Kau tidak pernah dijajah oleh perkara sia-sia yang menyibukkan para remaja se usiamu. Meskipun pendidikan tidak mampu memenuhi aspirasi dan ketertarikan mu, kau selalu yang terbaik di kelas

Aku tidak punya cukup waktu untuk membersamaimu dalam hidup singkat ini, terutama karena waktuku tidak memungkinkan untuk menikmati kebersamaan denganmu. Terakhir kali kita duduk bersama di Rabaa Al Adawiya kau berkata padaku, “Bahkan ketika Ayah bersama kami, Ayah tetap sibuk” dan kukatakan “Tampaknya bahwa kehidupan ini tidak akan cukup untuk menikmati setiap kebersamaan kita, jadi aku berdoa kepada Tuhan agar kita menikmatinya kelak di surga.”

Dua malam sebelum kau dibunuh, aku melihatmu dalam mimpiku dengan gaun pengantin putih dan kau terlihat begitu cantik.  Ketika kau berbaring di sampingku aku bertanya, “Apakah ini malam pernikahanmu?” kau menjawab, “Waktunya adalah di sore hari Ayah, bukan malam”. Ketika mereka bilang kau dibunuh pada Rabu sore aku mengerti apa yang kau maksud dan aku tahu Allah telah menerima jiwamu sebagai martir. Kau memperkuat keyakinan ku bahwa kita berada di atas kebenaran dan musuh kita berada pada kebatilan.

Aku merasa sangat terluka karena tidak berada di perpisahan terakhirmu dan tidak melihatmu untuk terakhir kalinya, tidak mencium kening mu, dan memiliki kehormatan untuk memimpin shalat jenazah mu. Aku bersumpah demi Allah sayang, aku tidak takut kehilangan nyawaku atau penjara yang tidak adil, tapi aku ingin membawa pesan yang kau telah berkorban nyawa untuk-Nya, untuk menyelesaikan revolusi, untuk menang dan mencapai tujuannya.
Jiwamu telah dimuliakan dengan kepala terangkat tinggi melawan tiran. Peluru tajam telah membelah dadamu. Yang menurutku luar biasa dan penuh dengan kebersihan jiwa. Aku yakin bahwa kau jujur kepada Allah dan Dia telah memilihmu di antara kami, memberimu kehormatan dengan pengorbanan.

Akhirnya, putriku tercinta dan guru ku yang mulia… aku tidak mengucapkan selamat tinggal, tapi aku mengucapkan sampai jumpa kita akan segera bertemu dengan Nabi kita tercinta dan sahabat-sahabatnya di surga, dimana keinginan kita untuk menikmati kebersamaan kita akan  menjadi kenyataan. (piyungan)
__
NB: Asmaa Mohamed El Beltaji berusia 17 tahun dan adalah antara yang dibunuh pada tragedi berdarah di Medan Rab’ah (14/8/2013). Beliau adalah putri satu-satunya Mohammed El Beltaji, seorang pimpinan Ikhwanul Muslimin.
*diterjemahkan oleh @nastarabdullah dari http://www.middleeastmonitor.com/news/africa/7007-letter-from-dr-mohamed-beltaji-to-his-martyred-daughter


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2013/08/21/38354/surat-muhammad-beltaji-pada-asmaa-putrinya-yang-syahid-di-rabaa-al-adawiya/#ixzz2lATCQWt0