Tampilkan postingan dengan label Tatanan Berkeluarga Dalam Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tatanan Berkeluarga Dalam Islam. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 18 Mei 2013

Kenapa Piagam Ini Lahir? (Bagian Lima - Habis)




Pesan Dari Piagam Keluarga

Begitulah. Melalui contoh-contoh tersebut, sekali lagi hanya contoh, dari dokumen Kependudukan tergambar bagaimana invasi dan serangan telah dilakukan terhadap benteng terakhir umat Islam, sistem nilai-nilainya dan benteng-benteng dari Keluarga Muslim.

Itulah kondisi yang melatarbelakangi urgensi perumusan Piagam Keluarga dalam Islam ini.  Ditambah catatan yang menerangkannya, sehingga dapat menjadi suluh yang menerangi jalan umat Islam, laki-laki  maupun perempuan, dan menjadi referensi bagi masyarakat Muslim, ormas Islam baik sipil maupun pemerintah, nasional maupun regional. Bahkan piagam ini juga sebagai jawaban terhadap piagam yang menjadi invasi pemikiran dan ideologi terhadap Islam, yang menularkan kanker yang berbahaya dalam tubuh masyarakat kita karena telah menghantam benteng-benteng pertahanan terakhir Islam dan ummatnya, yakni benteng keluarga.

Kita dan Barat berada pada dua konsep konsep kebebasan yang berbeda, yang masing-masing bersumber dari filsafat cara pandang terhadap kedudukan manusia terhadap alam semesta, dan hubungannya dengan Tuhan.

Konsep Islam : Allah teslah mewariskan bumi kepada manusia untuk menunaikan misi/risalahs yang dipercayakan oleh Allah kepadanya, dalam batas-batas dan kontrol yang ditetapkan oleh-Nya. Maka kebebasan hak dalam Islam diatur oleh ketentuan dalam pasal-pasal kontrak dan perjanjian pewarisan, yang tercermin dalam hukum-hukum illahi.

Sementara manusia -dalam konsep sekuler barat- adalah penguasa alam semesta, tidak ada yang berkuasa atas pikirannnya, kecuali hanya pikirannya sendiri, tidak pula punya batas kebebasan kecuali pada kehendak kebebasan berdasarkan pilihannya sendiri, yang tidak diatur oleh apapun kecuali yang ditetapkan oleh dirinya sendirimelalui hukum yang dibuatnya sendiri.

Para ulama Islam telah menyadari -sejak awal invasi pemikiran barat di Timur islam- terdkait perbedaan mendasar dalam konsep kebebasan ini. Maka seorang ulama dan pejuang bernama Abdullah Nadeem (1261-1313 H, 1845-1896 M) telah melontarkan kritik terhadap barat dalam konsep kebebasannya. Ia mengatakan :

"Jika dikatakan bahwa kebebasan mengharuskan seseorang tidak mengganggu orang lain dalam urusan pribadinya, kita mengatakan : sebenarnya ini kembali kepada sifat kebinatangan dan keluar dari batas kemanusiaan. Adapun kebebasan sejati adalah tuntutan atas hak dan berhenti pada batas yang ditetapkan.

Jika itu berslaku di Eropa, maka setiap bangsa itu memiliki adat istiadat, ikatan-ikatan keagamaan dan lingkungan. Semenstara keserbabolehan tidak sesuai dengan akhlak kaum Muslim, tidak juga dengan prinsip-prinsip agama mereka dan kebiasaan mereka."

Kami adalah pengikut sebuah agama yang memberi kesucian atas sistem nilai-nilai agama yang mengatur institusi keluarga. Ketika sebuah keluarga sberdiri di atas miitsaaq al ghaliiz (piagam yang berat), yang mencakup nilai-nilai cinta, kasih sayang dan kebaikan serta ketenangan.

Sebagaimana, agama ini melukiskan berbagai rambu dan cara, serta sarana untuk memecahkan masalah keluarga. Dari nasyu (tidak ditunaikannya kewajiban pasangan) sampai konplik kebencian dan menjadikan "arbitrase dan syura" sebagai cara untuk memperbaiki masalah ini.

Kita adalah penganut sebuah peradaban yang merumuskan nilai-nilaid agama ini lalu termanifertasikan dalam praktek dan aplikasi sepanjang sejarah. Dari sanalah kita sdmemiliki apa yang disebut  "Lembaga Awqaf" (lembaga yang mengelola dana wakaf) sebagai induk institusi sipil yang menddanai industri peradaban Islam dan pembaruannya. Di mana wakaf itu secara luas mengawasi institusi keluarga, mempermudah pernikahan dan memecahkan permasalahannya. Wakaf-wakaf itu yang memfasilitasi :
  1. Menikahkan laki-laki dan perempuan yang memdbutuhkan.
  1. Menyediakan perhiasan dan aksesoris pernikahan untuk pengantim laki-laki dan perempuan yang miskin.
  1. Menyediakan susu untuk anak-anak untuk membantu ibu yang sedang menyusui.
  1. Mendirikan panti-panti untuk perawatan perempuan yang tidak punya keluarga, atau keluarga mereka tinggal di lokasi yang jauh. Lembaga Awqaf mendirikan panti-panti bagi mereka, yandg diurus oleh perawat wanita yang terlatih. Lalu di atas mereka ada pengawas wanita untuk membuat rekonsiliasi bagi istri-istri yang mengalami masalah terhadap suami mereka.
  1. Dan bahkan lembaga Awqaf itu mengawasi untuk merewat anak yatim dan mereka yang terlantar.

Demikianlah Islam merumuskan bagi keluardga sebuah piagam dengan nilai-nilai dan moral. Islam telah meletakkan peradaban Islam di atas nilai-nilai mulia itu secara praktis sejauh mungkin, dengan perbedaan dalam hal aplikasi yang lebih mendekati "realitas" dari "idealitas" yang ada di rentang sejarah Islam.

Dari sini, dalam mengahadapi invasi barat terhadap benteng keluarga Muslim, mencuatlah urgensi yang sangat mendesak terhadap adanya Piagam Keluarga dalam Islam. Urgensi itu tidak berhenti sekadar bahwa itu menjadi pagar yang melindungi keluarga Muslim dalam masyarakat Muslim, tetapi meluas untuk kemudian menjadis sebuah "deklarasi dunia Islam" yang bertolak dari universalitas Islam, dana menjadi panduan dunia, menjadi sebuah kelangsungan hidup bagi keluarga -semua keluarga-, merentang benua dan peradaban.

Ini adalah sebuah alternatif yang disajikan Islam untuk semua orang yang menolak Islam, terkait masalah keluarga. Inilah persembahan untuk keluarga Muslin  kepada konferensi internasional untuk menuju "Deklarasi islam internasional", untuk misi penyeslamatan keluaraga sdari disintegrasi  yang ditimbulkan oleh globalisasi Barat.

Itulah pesan yang dibawa oleh piagam ini. Ini adalah kedudukan sekaligus tujuan kehadirannya. Sebagaimana diserukan oleh Allah swt, bahwa kita harus mempersiapkan semua sebab bagi risalah ini ubtuk mencapai tujuan. Allah swt Maha Muliua dan Maha Menjawab Do'a.  

Jumat, 10 Mei 2013

Kenapa Piagam Ini Lahir? (Bagian Keempat)


DR. Muhammad Imarah

Pola Hubungan Antara Pria dan Wanita

Pada saat Islam menilai hubungan antara pria dan wanita - terutama dalam konteks keluarga, atas dasar-dasar cinta, kasih, sayang, ketenangan, dan ketentraman, dan menjadikan "perempuan sebagai saudara laki-laki" sebagaimana dinyatakan dalam hadist, dan memutuskan untuk perempuan hak-hak seperti juga kewajiban atas mereka sebagaimana firman Allah swt:

"Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya, dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. An Nisaa'a:34)

"Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka adalah menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. At-Taubah:71)

Akan tetapi dokumen Konferensi Kependudukan yang didasarkan tabiat materialistik peradaban barat mengubah hubungan ini menjadi  bahan hubungan bisnis materialistik dengan menghalau nilai, cita-cita luhur dan etika, lalu berbicara tentang "pembebasan perempuan", dan tidak berbicara tentang " pemberian keadilan dan kesetaraan" dengan laki-laki. Dokumen itu menyerukan "integrasi total perempuan dan laki-laki dalam kehidupan masyarakat" hingga tahap partisipasi penuh bagi laki-laki dalam mengasuh anak dan pekerjaan rumah tangga. (1) Dibenturkan hal itu dengan pembagian tugas secara fitrah yang sebenarnya telah membimbing kehidupan  manusia sepanjang sejarahnya.

Lebih mengherankan lagi, Barat yang selama ini bangga berbicara tentang kebebasan, liberalisme dan hak-hak manusia, menolak hak-hak bangsa dan peradaban lain untuk memilih sistem nilainya sendiri. Mereka melakukan intimidasi dan penipuan untuk memaksakan konsep dan filosofinya terhadap dunia. Bahkan diungkapkan dalam dokumen Konferensi  Kependudukan itu, mengerahkan bantuan untuk pelaksanaan seluruh rumusan nilai dan filsafat yang terkandung dalam dokumen itu ke seluruh penjuru dunia. Dan berulangkali disebutkan dalam dokumen itu, istilah "komitmen" dan "Kewajiban" dengan menyebutkan, "Seluruh pemerintah negara harus komitmen pada tingkat politik tertinggi untuk mencapai tujuan yang terkandung dalam program ini …. (2) dan pelaksanaan perlindungan/jaminan serta mekanisme kerjasama internasional untuk menjamin pelaksanaan langkah-langkah ini …. (3) selain itu, Majelis Umum PBB harus mengatur review secara reguler dari pelaksanaan program ini..," (4)

Ketika beberapa negara meminta teks dokumen tersebut untuk menjadi bagian dari "pelaksanaan kebijakan kependudukannya yang sesuai dengan hukum nasional", ternyata dokumen telah menghapus teks yang sebelumnya sudah dibuat, lalu diganti dengan teks itu dengan kalimat "sesuai dengan standar internasional hak asasi manusia."(5) artinya, standar yang dirumuskan Barat untuk mengekspresikan filsafatnya secara sah di lingkup keluarga.

Adapun penipuan dan motivasi yang diberikan Barat melalui dokumen ini adalah masalah pengiriman bantuan di bidang "pembangunan", namun dengan catatan bisa membantu penyebaran kerusakan yang mereka rumuskan dalam dokumen tersebut. Sebagaimana ditulis dalam komunitas tersebut, "komunitas internasional harus mempertimbangkan untuk mengambil tindakan misalnya transfer teknologi untuk negara-negara berkembang agar memungkinkan mereka memproduksi dan mendistribusi alat-alat kontrasepsi dengan kualitas tinggi dan komoditas lain yang penting untuk pelayanan kesehatan reproduksi, guna kemandirian dalam bidang ini." (6)

Ya … ini adalah arena yang dimainkan Barat dalam membantu negara-negara berkembang agar mereka mandiri. Ini adalah medan "Produksi dan distribusi alat kontrasepsi yang berkualitas tinggi dan komditas yang diperlukan untuk mencapai kenikmatan seksual yang aman bagi individu dari segala usia."

(1) draft Program Konferensi Internasional tentang kependudukan dan Pembangunan Bab IV, paragraf 26
(2) draft Program Konferensi Internasional tentang kependudukan dan Pembangunan Bab XVI, ayat 7
(3) draft Program Konferensi Internasional tentang kependudukan dan Pembangunan Bab IV, ayat 9
(4) draft Program Konferensi Internasional tentang kependudukan dan Pembangunan Bab IV, ayat 21
(5) draft Program Konferensi Internasional tentang kependudukan dan Pembangunan Bab II, Prinsip 4
(6) draft Program Konferensi Internasional tentang kependudukan dan Pembangunan Bab VII, paragraf 23

Kamis, 09 Mei 2013

Kenapa Piagam Ini Lahir?(Bagian Ketiga)


Oleh: DR. Muhammad Imarah 

Istilah "Kesehatan Reproduksi dan Kesehatan Seksual"

Jika Islam telah mengatur kenikmatan seksual, sebagai cara untuk menjaga kehormatan, kesucian, dan reproduksi, melalui "legal seksual" atau pernikahan yang sah. Tapi dokumen Konferensi kependudukan itu menjadi sesuatu yang berstatus "aman seksual" dalam arti tidak mengundang penyakit, dengan melepaskan semua peraturan syariat. Seks disebutkan sebagai salah satu hak dari hak tubuh sebagaimana makanan dan minum yang mubah atau dibolehkan bagi semua orang, bukan hanya kepada  pasangan suami isteri, bisa dilakukan lintas usia, termasuk kalangan remaja.

Istilah "Kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual", yang berulangkali disebutkan dalam dokumen Konferensi Kependudukan itu, adalah kondisi  "kemapanana fisik, akal, sosial" yang otomatis menjadikan setiap individu (bukan hanya pasangan suami isteri) mampu menikmati kehidupan seksual yang disukai dan dianggap aman. Kenikmatan seksual dan kesehatan reproduksi dipandang sebagai kebutuhan gizi dan merupakan hak perempuan  baik anak-anak maupun dewasa.

Jika Islam mewajibkan sebuah akad nikah, yang menjadi landasan dalam sebuah keluarga, dan disifatkan sebagai "ikatan yang sangat kuat" (al Mitsaaq al ghaliizh), yang dilandasi oleh nilai kasih sayang, ketenangan jiwa dan sebagaimana firman Allah Swt:

"Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat (QS. An Nisaa'a:21)

"dan di antara kekuasaan-Nya  ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir (QS. Ar Ruum: 21)

Akan tetapi dokumen Konferensi Kependudukan itu mmembangun sebuah "hubungan" yang disebut sebagai "keluarga" hanya dengan pertemuan sukarela yang didasarkan atas "keserbabolehan dan permisifisme". Karenanya, ia akan melucuti semua hubungan yang bersifat legal secara syariat. Bahakan seluruh pasal dan ayat dalam dokumen itu sama sekali tidak menyebut kata-kata "Allah" dan "agama".

Jika Islam menganjurkan perkawinan dini untuk membentengi remaja laki-laki dan perempuan serta kehormatan mereka, maka dokumen dari Konferensi Kependudukan itu justru mengharamkan dan mengkriminalisasi pernikahan dini, lalu menggantikannya dengan banyak alternatif termasuk perzinahan dini. Dokumen itu menyerukan " Pemerintah agar menaikkan usia minimum perkawinan karena hal itu dianggap sangat penting…. Apalagi dengan memberi alternatif yang bisa menyebabkan tidak adanya pernikahan dini…" (1)

Artinya mereka menyerukan "pembatasan yang halal" menjadi "membebaskan yang haram" karena telah menjadikan seks sebagai hak tubuh bagi mereka yang semua pelaku seksual di segala usia, semua individu dan beragam bentuk hubungan dalam persoalan seks.

(1) draft Program Konferensi Internasional tentang kependudukan dan Pembangunan Bab IV, ayat 21

Rabu, 08 Mei 2013

Kenapa Piagam Ini Lahir? (Bagian Kedua)

Oleh Dr. Muhammad Imarah



Peran PBB dalam memperkuat Serangan Pemikiran Barat

Invasi pemikiran Barat yang sudah diluncurkan sejak dua dekade terakhir merumuskan sistem nilai yang disebut Modernisme dan Postmodernisme. Hal itu lalu diterapkan dalam bentuk berbagai piagam dan kesepakatan yang berkarakter globalisasi melalui kedok PBB dan organisasi-organisasi yang berafiliasi kepadanya, sehingga bertabrakan dengan semua nilai-nilai agama dan menggeser sistem nilai-nilai Islam, khususnya di bidang keluarga.

Kekuatan hegemoni Barat kontemporer di bidang politik menyuarakan "kekacauan konstruktif" untuk memecah belah masyarakat Islam dan mengacau kesatuan umat Islam. Mereka menyerang standar garis etnik, aspek bahasa, aliran pemikiran dan kelompok. Mereka ingin menjarah kakayaan umat Islam dengan mencegah dukungan, solidaritas dan kesatuan umat Islam terkait jihad kemerdekaan. Serangan Barat ini juga menyerang benteng keluarga Islam dalam "pertempuran krusial" hingga memunculkan kekacauan di dunia keluarga, akibat perpecahan di dalam tubuhnya dan kerapuhan tonggak-tonggaknya. Bila keluarga sudah rapuh dan hancur, berarti umat Islam akan mudah dipecahkan.

Rumusan dokumen yang dibuat Barat memuat nilai modernitas dan postmodernisme, lalu dipaksakan terhadap satu budaya non Barat melalui payung PBB. Mereka melakukan agar isi rumusan itu, bab, pasal dan ayatnya menghancurkan sistem nilai dan akhlak keluarga Islam.

Draft program aksi Konferensi Internasional tentang kependudukan dan Pembangunan yang diselenggarakan di Kairo (5-15 September 1994) adalah contoh "deklarasi perang" terhadap keluarga yang ingin di bangun oleh Islam. Jika Islam yang berdasarkan fitrah manusia telah membangun hubungan keluargayang legal dan legitimated antara pria dan wanita, untuk mewujudkan - dengan diferensiasi dan integrasi ini - kebahagiaan manusia, untuk mewujudkan - dengan reproduksi dan berketurunan - kelangsungan hidup umat manusia,  dan untuk menjadikan keluarga ini sebagai batu bata pertama dalam pembentukan pembangunan bangsa/ umat. Maka, dokumen konfererensi kependudukan itu - secara eksplisit menyatakan perang terhadap makna kemanusiaan terhadap keluarga. Dalam konferensi itu diserukan "perubahan struktur keluarga" dengan anggapan bahwa perubahan itu merupakan "area penting bagi semua pemerintahan, organisasi pemerintah, organisasi non pemerintah, lembaga donor, lembaga penelitian". Semua lembaga itu diajak untuk memberika prioritas kepada penelitian mengubah struktur keluarga.

Itu dilakukan agar keluarga yang sah tidak hanya hubungan legal antara laki-laki dan seorang perempuan, namum juga mencakup pada semua jenis hubungan termasuk antara laki-laki dengan laki-laki, atau antara perempuan dengan perempuan. Tak hanya itu, dalam rumusan Konferensi Kependudukan itu juga memasukkan sebuah revolusi besar terhadap struktur keluarga, berbagai hubungan yang temasuk dalam wilayah menyimpang dan diharamkan secara syariat dan fitrah, sehingga masuk dalam wilayah keluarga dan diakui, dilindungi dan diatur dalam undang-undang tentang hak-hak manusia. 

Bersambung..... 

Senin, 06 Mei 2013

Kenapa Piagam Ini Lahir? (Bagian Pertama)




Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, sholawat dan salam atas Rasulullah Muhammad Shallalahu alaihi wa salam, penutup para Nabi dan Rasul. Juga atas keluarganya, sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam kebenaran sampai hari akhir.

Sebelum invasi pemikiran (gajhw al-fikr) yang mendera ummat islam seiring invansi modern barat ke Mesir dan Timur Tengah (1213 H - 1798 M), sebenarnya tidak diperlukan membuat bermacam-macam piagam dan filosofi yang menentukan prilaku muslim diberdbagai bidang kehidupan, baik lingkup, keluarga, sosial dan politik. Mengapa tidak diperlukan, karena sebenarnya islam saat itu satu-satunya referensi yang menjadi sumber hukum dan menentukan semua konsep dan filosofi di semua bidang kehidupan.

Maslah yang dihadapi oleh cara hidup islam, hanya terbatas pada masalah aplikasi terhadap konsep yang memang satu-satunya itu. Sebuah konsep yang menentukan hukum berbagai hal sampai dalam hukum masalah cabang yang diperselisihkan hingga menelurkan ijtihad dalam konsep kesatuan konsep referensi islam itu, pemahamannya, filosofinya, serta bagaimana upaya mendekatkan antara 'realitas dan aplikasi" dari "idealitas" yang telah ditentukan oleh islam.

Akan tetapi, serangan pemikiran Barat memunculkan perubahan yang sangat prinsipil. Hal itu terjadi ketika di masyarakat Muslim Timur dimunculkan sebuah referensi peradaban yang bukan islam, yakni referensi sekuler yang anti agama. Referensi ini lalu bersaing dengan referensi islam di masyarakat. Kondisi inilah yang melatar belakangi pentingnya menjelaskan secara gamblang perbedaan dan keistimewaan konsep islam dan konsep lainnya, utamanya konsep sekuler anti agama diberbagai bidang kehidupan.

Dari sinilah gagasan yang penting dan mendesak tentang kodifikasi hukum Islam sebagai alternatif yang istimewa dibandingkan hukum positif yang sekular. Visi Islam tentang beragam aspek kehidupanpun kian mengkristal.

Pandangan terhadap alam semesta dan kehidupan, tentang awal penciptaan, perjalanan dan penentuan akhir, posisi manusia di alam semesta, semua menjadi alternatif yang istimewa ketimbang cara yang disuarakan oleh visi positivisme, materialisme alam semesta dan kehidupan.

Mazhab Islampun mengalami  kristalisasi. Dalam persoalan kekayaan, uang dan keadilan sosial, doktirn sebagai khalifah, menjadi alternatif yang akan mengkikis berkembangnya  paham-kapitalisme-liberal dan komunisme-totaliter dalam kehidupan ekonomi dan sosial.

Sedikit demi sedikit, invasi pemikiran itu telah menyusup ke berbagai bidang cara hidup Islam, dengan beragam cara yang menipu, memanipulasi dusta, membaurkan konsep dan subtansi. Itu dilakukan agar tidak memunculkan rasa sensitifitas Islam yang dianggap justru bisa menyebabkan umat Islam menolak dan melawannya. Selain itu, juga karena yang menjadi sasaran serangan adalah posisi keluarga yang di dalam sistem nilai keislaman memiliki kedudukan yang sakral, terhormat dan mulia. Perang dan invasi pemikiran, belakangan lebih banyak menyerang sendi-sendi keluarga. Lalu pada saat invasi itu merambah seluruh bidang kehidupan, muncullah keluarga Islam yang mampu membendung dan membentengi diri dari serangan pemikiran barat dari berbagai arah.

Bersamaan dengan meningkatnya gelombang westernisasi dan tumbuhnya hegemoni Barat di lembaga-lembaga Internasional, juga serangan globalisasi Barat terhadap karakter budaya dan nilai, dalam dua dekade terakhir dari abad kedua puluh dimulai pula penyerbuan pemikiran yang menyerang kaum Muslim, pelanggaran terhadap kesucian nilai dalam keluarga yang telah digariskan dan dirumuskan oleh referensi Islam. Hal itu juga semakin memaksa lembaga-lembaga ilmu pengetahuan dan pemikiran Islam untuk bergerak merumuskan alternatif Islami di bidang keluarga.

Minggu, 05 Mei 2013

Sebuah Langkah Mempertahankan Benteng Masyarakat Dan Bangsa




Oleh: Hj. Anis Byarwati, s.Ag, M.Si
Ketua Dewan Pembina Lembaga Kajian Ketahanan Keluarga Indonesia (LK3I)


Keluarga adalah miniatur sebuah bangsa. Rapuh dan runtuhnya keluarga merupakan indikator lemah dan hancurnya sebuah bangsa.


Rangkaian puji serta syukur tak putus kita panjatkan hanya kepada Allah swt, Rabb alam semesta alam. Shalawat serta salam selalu kita sanjungkan kepada pemimpin dakwah Islam, contoh dan teladan terbaik bagi umat manusia sepanjang zaman, dan pembawa suluh yang menerangkan jalan hidayah kepada kita semua. Juga kepada keluarganya, para sahabatnya, serta seluruh pengikutnya yang setia berada di jalan perjuangan dakwahnya.

Rangkaian kalimat yang saya ungkapkan di awal sambutan ini, adalah kerangka yang mengilhami kerja-kerja kami di Lembaga Kajian Ketahanan Keluarga Indonesia (LK3I). Kami sepenuhnya sadar bahwa, keluarga adalah basis pertahanan inti dari sebuah masyarakat dan negara. Dan pada saat yang sama, basis pertahanan inti dari hari ke hari kian terlihat rapuh seiring dengan hebatnya serangan pemikiran dan budaya dari berbagai arah.

Mohammed Imaara yang juga memberi pengantar dalam buku ini. Menggambarkan bagaimana kondisi masyarakat Muslim dan lebih khusus lagi institusi keluarga Muslim dalam posisi yang berbahaya. Sedikit saya kutipkan di sini, perkataan DR. Mohammed Imaara,"Kita sedang menghadapi  pikiran jahat dengan segenap makna yang terkandung di dalamnya. Sebuah kondisi di mana  dunia kita dan dunia Islam kita khususnya terus-menerus mendapat serangan. Serangan itu mulanya di deklarasikan dalam Konferensi Internasional tentang kependudukan tahun 1994, yang menyerukan seluruh pemerintahan dunia beserta seluruh organisasinya, bahkan lembaga keagamaan di mana saja, untuk mengubah struktur keluarga, yang tidak hanya didasari oleh ikatan pernikahan saja, tetapi juga termasuk berbagai bentuk pertemuan antara pria dan wanita."

Itulah diantara kondisi yang menjadikan buku ini penting bagi seluruh masyarakat Muslim dan khususnya keluarga Muslim.

Buku ini, disebut sebuah piagam (mitsaaq dalam bahasa Arab, atau Charter dalam bahasa Inggris). Ia berbicara secara lengkap dan sistematis tentang tata aturan berkeluarga dalam Islam. Dikeluarkan oleh Komite Islam Internasional untuk perempuan dan anak. Sebuah komite yang berada di bawah Dewan Islam Internasional Untuk Dakwah dan Bantuan (Al Majlis Al Islami Al'Alamy li Ad Da'wah wa Al Ighatsah) yang menghimpun sekitar 80 organisasi Islam di seluruh dunia.

Inilah hasil kerja keras ulama yang sebenarnya sudah dicetuskan beberapa tahun yang lalu. Ide yang kemudian dilanjutkan dengan pembuatan draft tentang Piagam ini, terjadi  di Cairo Mesir, saat diselenggarakan Pertemuan Dewan Pendiri Muslim Council XIX, tepatnya tanggal 6 September 2007. Draft pikiran ini kemudian diajukan untuk menjadi panduan dan acuan bagi masyarakat Islam untuk menata rumah tangga. Lebih khususnya dalam menanggapi invasi atau serangan ideologi yang begitu kuat menggempur benteng rumah tangga masyarakat Islam, sebagai sumber daya Muslim yang harus dipelihara dan dilindungi.

Pemikiran ini lalu kian mengkristal dengan dukungan Islamic Development Bank dan berbagai upaya para ulama, agar menjadi Piagam Islam pertama yang membahas tentang hak-hak dan kewajiban setiap individu dari anggota keluarga, bersumberkan ajaran syariat Islam. Di antara ulama yang turut membidani kelahiran Piagam ini adalah DR. Yusuf Al Qaradhawi, Ketua Asosiasi Internasional Cendikiawan Muslim sekaligus Ketua Dewan Fatwa Eropa, DR. Ali Joma'a  Mufti Agung Mesir, Dr Ahmed El Assal Wakil Rektor Universitas Islam Internasional di Pakistan, dan para Ulama serta cendikiawan Islam lainnya.

Konteks Kekinian, Keluarga Indonesia

Imbas kerapuhan keluarga di Indonesia sudah sangat kita rasakan. Kita menyaksikan bagaimana institusi rumah tangga, yang sesungguhnya menjadi benteng generasi, telah banyak tergerogoti. Kita bisa melihat bagaimana angka perceraian semakin merangkak meningkat. Diantara lima tahun terakhir pun, tren perceraian naik tajam. Pasca reformasi terdaftar angka perceraian naik sampai 4-10 kali lipat dibandingkan sebelum Reformasi.

Pada tahun 2009, terdapat 250 ribu perkara perceraian. Jumlah tersebut sebanding beserta 10 persen mengenai angka pernikahan di tahun 2009. kebanyakan kasus perceraian (70%) di pengadilan agama yaitu cerai gugat, di mana pihak istri yang menggugat cerai suaminya. Apapun penyebabnya, tetap kondisi benar-benar sangat memprihatinkan.

Untuk itulah, kami di Lembaga Kajian Ketahanan Keluarga Indonesia (LK3I) mencanangkan berbagai program untuk memperkuat basis-basis rumah tangga masyarakat di Indonesia. Dan buku yang diterbitkan ini, merupakan salah satu program kami sebagai modal panduan yang akan disosialisasikan ke berbagai tempat di Indonesia melalui seminar, pelatihan, workshop dan lain sebagainya.

Semoga langkah penerbitan buku ini, memiliki dampak yang besar penguatan basis keluarga keluarga Muslim di tanah air. Saya yakin, kebahagiaan adalah bagian yang tak boleh terpisahkan dari kehidupan manusia beriman. Dan diantara sumber kebahagiaan yang penting kita miliki, adalah kebahagiaan dalam rumah tangga. Kebahagiaan yang tercipta karena kebersamaan dalam kecintaan, pengorbanan, kuatnya ikatan, saling percaya, saling membantu, dan dalam kelapangan dada saat menghadapi beragam permasalahan.